Home » iMe

Category Archives: iMe

Archives

March 2024
M T W T F S S
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031

Meraih Keberkahan Hidup

Kehidupan yang berkah adalah hal yang sangat diinginkan oleh setiap orang. Akan tetapi, tidak semua orang tahu cara meraih keberkahan. Sering atau pernah kita dalam suatu kesempatan mendengar dan mendapat doa atau ucapan semoga berkah dari orang. Tujuannya mengucapkan semoga berkah adalah untuk mendoakan agar orang-orang mendapat tambahan kebaikan, baik berupa harta, ilmu, atau pahala. Pertanyaannya adalah bagaimana mendapat tambahan kebaikan dalam hidup (berkah) itu? Kuncinya diantaranya adalah……Ingat yang satu ini……..WAKTU

Salah satu nikmat terbesar setelah nikmat iman dan Islam adalah nikmat waktu. Perlu kita ingat lagi bahwa waktu itu adalah nikmat yang luar biasa yang kita miliki. Waktu tak bisa dinilai dengan materi dan kekayaan. Waktu berjalan dengan cepat dan tidak terasa, waktu yang berjalan tak akan bisa terulang kembali. Waktu adalah kehidupan, jika waktu habis maka habislah kehidupan, bersyukurlah saat ini kita masih diberi waktu, terkhusus waktu untuk memperbaiki dan memperkuat ketaatan kita pada-Nya.

Waktu adalah hal yang sangat berharga, nikmat dan karunia Tuhan yang diberikan kepada setiap manusia. Waktu adalah sebuah misteri kehidupan yang mana apabila sudah terjadi tidak akan dapat di kembalikan lagi, jadi hargailah waktu yang sangat singkat ini sebelum kita tua dan menyesal akan itu dan mengatakan mengapa dulu tidak seperti ini? mengapa tidak seperti itu? andai saja dulu begini, sayangnya semua itu sudah berlalu kita tidak berandai-andai akan terulangnya waktu yang tersia-siakan dulunya.

Kesibukan dunia telah banyak melalaikan manusia sehingga tidak sadar bahwa waktu terus berjalan, usia semakin bertambah, dan jatah umur semakin berkurang. Orang baru tersadar bahwa ia telah menghabiskan waktu dan umur yang panjang manakala kulit mulai mengendur, gigi mulai tanggal, warna putih mulai tampak di rambutnya, dan berbagai keluhan dan penyakit mulai rajin menghampirinya. Alhamdulillah, itu pun masih lebih baik karena masih banyak pula orang yang meskipun sudah ditimpa berbagai ujian dan cobaan, penyakit dan derita tidak membuatnya sadar juga. Na’udzubillahi min dzalik.

Dalam kehidupan sehari-hari kebanyakan dari kita tidak sadar bahwa kita telah banyak membuang-buang waktu dan kita menganggap semua itu adalah hal yang biasa, padahal sebenarnya kita telah menjadi orang-rang yang rugi yang telah melewatkan waktu sedetik, semenit bahkan berjam-berjam. Allah SWT Tuhan Maha Pencipta dan Maha Pemberi telah memberikan kepada umat-Nya yang namanya “WAKTU” itu sama semua tanpa membeda-bedakan kualitas maupun kuantitasnya, semua sama 1 hari itu 24 jam, tidak ada satupun yang berbeda bahwa si Pulan dikaruniai waktu satu hari itu 38 jam, sementara si Dadap hanya diberikan waktu satu hari itu 24 jam. Tuhan tidak membeda-bedakan antara si Kaya, si Miskin, yang rajin, yang malas, semua diberikan waktu yang sama satu hari itu 24 jam, satu minggu itu 7 hari dan seterusnya dan seterusnya.

Jadi tidak beralasan jika kita masih sering “berlindung” dibalik kata-kata “Saya tidak punya waktu”, atau “Saya kurang waktu” atau bahkan mungkin kita pernah dihadapkan pada suatu permasalahan yang sebetulnya biasa-biasa saja, tetapi dirasakan menjadi masalah pelik dan sulit ketika tidak juga dapat menyelesaikan masalah tersebut pada waktunya, sehingga kita mengucapkan …..”Ah seandianya aku diberikan waktu lebih panjang lagi……”

Sebagai bagian dari meningkatkan kualitas kehidupan dalam upaya meraih keberkahan, kita perlu memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Sebab, waktu merupakan hal paling berharga. Sekali berlalu, waktu tidak akan pernah kembali dan terulang. Waktu tidak dapat dibeli. 24 jam dalam sehari, 60 menit dalam satu jam, dan seterusnya tidak dapat berubah, bertambah atau berkurang.

Ingat “WAKTU”

  • “Karena waktu itu tidak bisa diputar, dijilat apalagi dicelupin.”
  • “Waktu adalah sesuatu yang tidak bisa kau ulur atau pun putar ke belakang.”
  • “Jangan selalu katakan ‘masih ada waktu’ atau ‘nanti saja’. Lakukan segera, gunakan waktumu dengan bijak.”
  • “Engkau dapat menunda, tetapi waktu tidak dapat menunda.”
  • “Hidup ini bukan diatur oleh waktu, melainkan kitalah yang harus disiplin dalam membagi waktu.”
  • “Jangan pernah menyia-nyiakan waktu karena yang sudah berlalu tidak akan pernah terulang kembali.”
  • “Semua yang ada di dunia ini dapat dibeli dengan uang, akan tetapi tidak berlaku untuk waktu.
  • Begitu pentingnya waktu, Allah SWT sampai bersumpah ‘demi waktu’ dalam empat surah dalam Alquran. Pertama, Allah bersumpah dalam Surah Al Fajr, demi waktu fajar. Dalam surah itu Allah memberikan waktu kepada manusia untuk digunakan sebanyak-banyaknya untuk berpikir, merenung, dan merencanakan apa yang akan dilakukan. Selanjutnya Allah bersumpah demi waktu duha dalam Surah Ad Duha. Waktu duha dimulai pagi hari saat matahari naik sepenggalah dengan warna yang cerah sampai sebelum zuhur. Dalam Surah Ad Duha itu Allah memerintahkan manusia untuk berkarya dan berbagi dengan sesama. Kemudian, Allah bersumpah dalam Surah Al Ashr, demi waktu asar. Dalam surah itu Allah menegaskan seluruh manusia merugi karena menyia-nyiakan waktu fajar atau masa muda. Akibatnya, di waktu duha (usia produktif) ia tidak bisa berkarya sehingga di waktu asar pun ia akan merugi. Terakhir yang keempat, Allah bersumpah pada Surah Al Lail, demi waktu malam. Filosofinya, ketika manusia di waktu fajar atau masa muda belajar, di waktu duha atau usia produktif manusia bisa bekerja dan berbagi, di waktu asar atau masa ia tidak akan merugi. Terakhir, di waktu malam atau sesudah meninggal, manusia itu akan dapat ‘tidur’ dengan nyenyak atau tenang.

    PERUBAHAN AKTA TERHADAP PENDIRIAN YAYASAN SETELAH KELUARNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN

    PERUBAHAN AKTA TERHADAP PENDIRIAN YAYASAN SETELAH KELUARNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN

    A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan
    Sebelum tahun 2001, peraturan tertulis tentang Yayasan belum ada. Dalam KUH Perdata tidak dijumpai ketentuan mengenai Yayasan. Demikian pula dalam KUH Dagang dan peraturan-peraturan lainnya tidak ada yang mengatur mengenai Yayasan. Namun, pada tahun 1977, Belanda telah memiliki peraturan mengenai Yayasan. Secara khusus di atur dalam Rechtspersoonen dalam Buku 2 Titel 5 Pasal 289 sampai dengan Pasal 305 yang dilakukan secara sistematis mengenai ketentuan tentang syarat-syarat pendiriannya, kewenangan pengurusnya, dan sebagainya.
    Baru setelah 56 tahun Indonesia merdeka, Negara Republik Indonesia memiliki undang-undang mengenai Yayasan yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang diundangkan pada tanggal 6 Agustus 2001 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Nomor 4132 dan mulai berlaku sejak tanggal 6 Agustus 2002. Jangka waktu yang deberikan Pemerintah atas sosialisasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 selama satu tahun itu dimaksudkan agar masayarakat mengetahui dan memahami peraturannya dan dapat mempersiapkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan Yayasan.
    Lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tersebut, dipandang tergolong lama, jika hal itu diukur sejak Negara Indonesia telah merdeka. Kelahirannya seolah-olah menunggu setelah adanya reformasi. Setelah itu juga dikarenakan kemungkinan persoalan Yayasan yang ada dipandang tidak begitu merugikan masyarakat pada umumnya.
    Lambatnya membentuk undang-undang Yayasan ini, dapat berakibat lambatnya masyarakat Indonesia untuk menyesuaikan diri terhadap Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tersebut terutama bagi Yayasan yang telah berdiri sebelumnya, karena masyarakat Indonesia telah terbiasa mengelola Yayasan secara tradisional yang mana norma-normanya telah mendarah daging (internalized). Sedangkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 diundangkan untuk melakukan perubahan dalam masyarakat (agent of change) atas paradigma selama ini terhadap Yayasan. Dengan kata lain tujuan diundangkannya undang-undang Yayasan tersebut adalah untuk dapat mengelola Yayasan secara profesional dan mampu berperan maksimal dalam masyarakat Indonesia.

    Setelah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 berjalan kurang lebih tiga tahun, kemudian diubah melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 yang diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4430 dan mulai berlaku sejak tanggal 6 Oktober 2005 yakni satu tahun setelah diundangkan. Sebelum diundangkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, belum ada keseragaman tentang cara mendirikan Yayasan. Pendirian Yayasan hanya didasarkan kepada hukum kebiasaan dalam masyarakat. Untuk menghindari penafsiran dalam penelitian ini, baik Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 maupun Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan hanya disingkat dengan UU Yayasan saja.

    Keberadaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan (UU Yayasan), nampak adanya keinginan pemerintah untuk menampung kebutuhan akan pengaturan masalah Yayasan ini.
    Prinsip yang ingin diwujudkan dalam ketentuan UU Yayasan adalah kemandirian yayasan sebagai badan hukum, keterbukaan seluruh kegiatan yang dilakukan yayasan, dan akuntabilitas kepada masyarakat mengenai apa yang telah dilakukan oleh yayasan, serta prinsip nirlaba yang merupakan prinsip yang fundamental bagi suatu yayasan.
    Hal itu terlihat dari beberapa ketentuan dalam undang-undang tersebut. Misalnya dengan adanya kewajiban pada setiap pendiri yayasan untuk memintakan pengesahan badan hukum kepada Menteri Hukum dan HAM, dan seterusnya setiap ada perubahan mengenai nama dan kegiatan ikhtisar laporan tahunan yang menyangkut keuangan dan kegiatan yayasan dalam tahun yang lampau.

    Keinginan pemerintah untuk mengatur dan mengendalikan pendirian dan pengoperasian Yayasan tentunya didasarkan kepada pengalaman di masa lampau, tatkala banyak Yayasan yang menyalahgunakan segala kemudahan yang diberikan kepada Yayasan. Secara praktis, asumsi demikian memang perlu dibuktikan dengan suatu penelitian khusus. Namun secara kualitatif dapat dirasakan dan juga disaksikan berbagai Yayasan yang disalahgunakan untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan golongan.

    Menurut UU Yayasan, semua Yayasan yang telah berdiri dan didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, atau didaftarkan di pengadilan negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait tetap diakui sebagai badan hukum, dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak dimulai berlakunya undang-undang tersebut wajib disesuaikan Anggaran Dasar.
    Ada 4 (empat) prinsip yang harus dimiliki Yayasan sesuai dengan harapan UU Yayasan, yakni:
    1. Kemandirian Yayasan sebagai badan hukum;
    2. Keterbukaan seluruh kegiatan Yayasan;
    3. Akuntabilitas publik; dan
    4. Prinsip nirlaba.

    Menurut UU Yayasan, badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, dan tidak mempunyai anggota. Yayasan didirikan dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendiriannya sebagai kekayaan awal Yayasan. Dalam hal Yayasan didirikan berdasarkan surat wasiat, pendirian Yayasan dilakukan dengan akta, notaris oleh penerima wasiat yang bertindak mewakili pemberi wasiat. Apabila dianggap perlu, Menteri dapat meminta pertimbangan instansi terkait yang ruang lingkup tugasnya meliputi kegiatan Yayasan.
    Dalam hal permohonan pengesahan ditolak, Menteri wajib menyampaikan penolakan secara tertulis disertai alasannya. Adapun alasan penolakan adalah permohonan yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam UU Yayasan dan atau peraturan pelaksananya. Namun dalam UU Yayasan tidak dikenal adanya “badan pendiri” pada Yayasan seperti selama ini dikenal sebelum adanya UU Yayasan. Namun dalam UU Yayasan hanya memakai istilah “pembina” bukan “badan pembina”, hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kekosongan apabila pendirinya berupa orang-perseorangan
    meninggal dunia.

    B. Hakikat Yayasan Sebagai Bentuk Partisipasi Publik
    Meskipun gerakan reformasi dinilai belum berhasil sesuai dengan harapan dan cita-cita, tetapi dalam berbagai hal telah menimbulkan berbagai perubahan yang cukup penting, antara lain dalam hal kesadaran akan signifikasinya peranan publik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Roman N. Lendong (Ketua Lembaga Sekretariat Bina Desa) mengemukakan bahwa reformasi menjadi relevan sebagai era timbulnya berbagai inisiatif masyarakat sipil. Organisasi non Pemerintah sebagai pilar kekuatan masyarakat sipil dituntut agar komitmen popularisme dan spirit demokratisasi diwujudkan melalui agenda-agenda konkrit.
    Partisipasi masyarakat yang kuat merupakan salah satu ciri-ciri masyarakat madani (civil society) Indikator masyarakat yang telah menuju pada suatu masyarakat yang berpartisipasi (participating society) dapat dilihat dari karakteristik sebagai berikut:
    1. Masyarakat yang kritis, masyarakat yang berpartisipasi adalah masyarakat yang mengetahui masalah yang dihadapinya dan berusaha memecahkan masalah tersebut demi untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat;
    2. Mampu berdiri sendiri; yakni masyarakat yang mengetahui arah hidup dan perkembangannya termasuk kemampuannya untuk berkomunikasi dan bekerjasama dengan masyarakat lainnya bahkan pada tingkat regional dan internasional; dan
    3. Masyarakat yang mau berkarya; yakni masyarakat yang tidak puas dengan apa yang diberikan orang lain kepadanya, mengetahui akan kemampuannya dan berkarya untuk kepentingan masyarakatnya sendiri, serta bersifat inovatif.
    Bertitik tolak dari pemahaman tersebut di atas, pertama-tama perlu melihat eksistensi yayasan selama ini sebagai perwujudan atau bentuk partisipasi masyarakat dalam kehidupan komunal sebagai bangsa dan negara sekaligus merupakan indikasi keberdayaan masyarakat dalam suatu civil society sebagaimana dikemukakan di atas. Untuk mengakomodasi potensi, daya kritis, dan produktivitas masyarakat yang partisipatif diperlukan berbagai bentuk lembaga-lembaga penyaluran sehingga betul-betul produktif dan dapat merumuskan masalah dan langkah yang akan dilaksanakan tersebut secara sistematis, terorganisir sekaligus menjadi wadah aktualisasi idealisme dan cita-cita luhur seseorang atau sekelompok orang.

    Dalam perspektif ini terlihat betapa urgensinya keberadaan lembaga yang bernama Yayasan sebagai suatu instrumen masyarakat untuk membangun dan mengembangkan masyarakatnya sendiri, maupun sebagai mitra pemerintah dalam masyarakat yang demokratis. Sekali lagi dalam konteks inilah pertama-tama akan dibahas eksistensi yayasan tersebut.
    Suatu masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang percaya atas kemampuan para anggotanya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Meningkatkan partisipasi masyarakat atau istilah yang populer dewasa ini memberdayakan masyarakat bermuara pada satu tujuan menciptakan masyarakat madani. Suatu masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang teratur, yang mempunyai kesadaran akan hak dan kewajiban, dan kesadaran hukum dari para anggotanya, suatu masyarakat yang terus menerus berubah dan membangun demi untuk kesejahteraan seluruh masyarakat tersebut.

    Secara praktis selama ini, eksistensi lembaga yayasan merupakan perwujudan dan jalan keluar bagi masyarakat dalam
    menampung aspirasi, kreativitas, daya kritis dan potensi mereka untuk disalurkan secara baik, terorganisir sebagaimana dikemukakan di atas. Fred G. Tumbuan menyatakan bahwa. perhimpunan/perkumpulan (vereniging) dipakai sebagai wahana untuk melakukan berbagai pekerjaan sosial, kemanusiaan dan keagamaan oleh masyarakat. Perbedaan antara perhimpunan sebagai badan hukum perdata diatur secara jelas dalam Staatsblad 1870-64 Rechtspersoonlijkheid van Vereeningen; Sedangkan yayasan sebagai badan hukum, semata-mata merupakan produk junsprudensi.

    Laju pertumbuhan organisasi nirlaba dalam kehidupan masyarakat di Indonesia dapat dikatakan cukup revolusioner dengan berbagai alasan dan motivasi sesuai dengan zamannya. Pada masa Orde Baru yang penuh tekanan dan pembatasan misalnya Yayasan sebagai badan atau organisasi nirlaba dijadikan semacam jalan keluar dari berbagai macam bentuk tekanan dan pembatasan tersebut baik pembatasan secara politik, maupun keterbatasan secara ekonomi. Selanjutnya pada era reformasi yang didengungkan orang sebagai era demokratisasi dan keterbukaan dewasa ini, aspirasi yang terpendam dapat kembali dihidupkan dan disalurkan melalui berbagai bentuk Yayasan dengan berbagai macam bentuk struktur yang dianggap para pendirinya baik dan ideal bagi mereka.

    Menurut catatan John G. Simon, di Amerika Serikat telah lama dirasakan ketergantungan yang sangat besar pada organisasi-organisasi nirlaba dalam menghadapi berbagai masalah nasional. Mereka mendidik, menyembuhkan, memberi kenyamanan, kekuatan untuk mempertahankan sumber-sumber alam serta kebebasan, dan pada puncaknya menerima keluhan-keluhan. Sektor nirlaba ini telah pula bertindak sebagai laboratorium atau inkubator untuk inovasi-inovasi besar dalam sektor publik dan bisnis. Mereka membuka jalan guna melancarkan inisiatif-inisiatif baru dari pemerintah di bidang pendidikan, perlindungan lingkungan hidup, eksplorasi ruang, serta pemeliharaan kesehatan. Mereka juga membuka wilayah-wilayah usaha baru dalam bidang teknologi komputer, kefarmasian, dan industri-industri yang berlandaskan sains lainnya. Organisasi-organisasi itu semua dikenal sebagai organisasi non-pemerintah, tidak mencari keuntungan, dan suka-rela pula yaitu sektor ketiga atau organisasi­organisasi mandiri yang semakin memainkan peranan sentral di seantero dunia termasuk di Amerika Serikat sebagaimana disebutkan di atas.

    Karakter dasar dari organisasi nirlaba adalah tidak mencari keuntungan/laba, yaitu semata-mata ”murni” untuk kepentingan sosial dan tidak melakukan aktivitas politik seperti orpol/parpol. Dalam bentuk badan hukum atau badan usaha, pada umumnya organisasi nirlaba di Indonesia merupakan Yayasan, perkumpulan, atau perhimpunan. Nirlaba dalam konteks Yayasan diartikan hanya sebagai istilah yang biasa digunakan sebagai sesuatu yang bertujuan sosial, kemasyarakatan atau lingkungan yang tidak semata-mata untuk mencari keuntungan materi (uang). Jika dilihat dalam UU Yayasan, itilah nirlaba tersebut tidak ada ditemukan. Istilah nirlaba ini digunakan sebagai mewakili dari suatu institusi atau lembaga yang tujuannya tidak diperuntukkan untuk mencari untuk sebesar-besarnya seperti halnya badan usaha yang bergerak dibidang ekonomis.

    Berdasarkan prinsip Yayasan sebagai badan hukum yang tidak mencari laba, maka menjadi pertanyaan dari mana Yayasan tersebut memperoleh laba. Laba tidak dicari sebagaimana mencari laba layaknya sebuah Perseroan. Untuk itu, Yayasan ada juga memungut biaya operasional yang wajar sebagai biaya-biaya operasional, selain itu juga dimungkinkan menerima sumbangan dari para donatur yang semata-mata tidak bermaksud untuk menanam sahamnya pada Yayasan terkait.

    Munculnya pengurusan terhadap Yayasan ini sebagai pertimbangan terhadap pengaturan dan pelaksanaan urusan rakyat tidak selalu menjadi urusan pemerintah saja seperti persepsi banyak orang. Mengurus ekonomi, pidana, sosial, pendidikan, dan lain-lain seharusnya juga melibatkan rakyat. Di sinilah peran dari organisasi nirlaba dan LSM-LSM lainnya sebagai pilar ke-4 demokrasi setelah lembaga eksekutif, legislatif, dan judikatif. Dalam konteks good governance, LSM, dan yayasan organisasi nirlaba lainnya akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari struktur pemerintahan modern yang demokratis dan tidak dapat lagi dianggap bermain di luar sistem karena ia merupakan bagian dari governance system.

    C. Yayasan Menurut Undang-Undang Yayasan (UU Yayasan)
    1. Pengertian Yayasan
    Keberadaan Yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Pada beberapa waktu lalu, Yayasan merupakan alat yang secara fungsional menjadi sarana untuk hal-hal atau pekerjaan dengan tujuan sosial, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

    Sehubungan dengan itu, pengertian mengenai Yayasan ini berbeda-beda redaksinya, namun maksud pengungkapan defenisinya adalah sama. Menurut NH. Bregstein Yayasan adalah;
    “Suatu badan hukum, yang didirikan dengan suatu perbuatan hukum, yang tidak bertujuan untuk membagikan kekayaan dan sutau penghasilan kepada pendiri atau penguasanya di dalam yayasan itu, atau kepada orang-orang lain kecuali sepanjang mengenai yang terakhir ini adalah sesuai dengan tujuan yayasan yang idealistisi.”

    Menurut W.I.G. Lemaire manyatakan bahwa yayasan adalah diciptakan dengan suatu perbuatan hukum, yakni pemisahan suatu harta kekayaan untuk tujuan yang tidak diharapkan keuntungan (altruisttihe doel) serta penyusunan suatu organisasi (berikut pengurus), dengan mana sungguh-sungguh dapat terwujud tujuannya dengan alat-alat itu.
    Paul Scholten, lebih menekankan pada sifatnya sebagai badan hukum, Yayasan merupakan “Suatu badan hukum yang dilagirkan oleh pernyataan sepihak, pernyataan mana harus berisi pemisahan harta kekayaan untuk tujuan tertentu dengan menunjukkan bagaimana kekayaan tersebut diurus dan digunakan”. Menurut Hayati Soeroredjo, yayasan harus bersifat sosial dan kemanusiaan serta idealistis dan pasti tidak diperbolehkan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan atau kesusilaan. Rochmat Soemitro, mengemukakan bahwa yayasan merupakan suatu badan hukum yang lazimnya bergerak di bidang sosial dan bukan menjadi tujuannya untuk mencari keuntungan, melainkan tujuannya ialah untuk melakukan usaha yang bersifat sosial.

    Berbeda dengan pengertian Yayasan menurut Wirjono Prodjodikoro, yang lebih melihat Yayasan pada aspek harta yang dikumpulkan sehingga dikonsepsikan Yayasan sebagai “Kumpulan harta benda kekayaan yang dengan kemauan pemiliknya ditetapkn guna mencapai tujuan tertentu, sementara pengurusnya ditentukan oleh yang mendirikan Yayasan”. Penggunaan kata pemilik dalam konsepsi tersebut dapat menimbulkan permasalahan, karena memberi kesan terdapatnya hak yang sebebas-bebasnya atas suatu kebendaan atau kekayaan tertentu. Konsepsi yayasan seperti tersebut di tas sampai sekarang memberi kesan bahwa pendiri adalah juga pemilik Yayasan. Sri Sudewi, merumuskan Yayasan adalah sebagai setiap organisasi yang didirikan oleh seorang atau lebih dengan pernyataan sebelah pihak untuk tujuan tertentu dengan menyisihkan harta kekayaan sendiri oleh pendirinya.

    Chidir Ali, mengkonsepsikan Yayasan sebagai setiap organisasi yang didirikan seorang atau lebih dengan suatu pernyataan yang menyebelah untuk tujuan tertentu dengan menyendirikan kekayaan atau harta benda tertentu. Sementara GHS. Lumban Tobing, mengartikan Yayasan sebagai suatu kesatuan yang berwenang untuk memperoleh dan melakukan hak-hak perdata. Yayasan tidak mempunyai anggota dan untuk mendirikannya diperlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi diantaranya yang terpenting adalah adanya kekayaan yang dipisahkan, tujuan tertentu dan organisasi. Karena pendirian Yayasan tidak ditujukan untuk mengejar keuntungan, maka Yayasan disebut sebagai non profit organization lebih tepat diterjemahkan sebagai organisasi tanpa tujuan laba seperti yang ditegaskan Rochmat Soemitro.

    Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan (UU Yayasan), disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 yakni ”Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.” Persyaratan yang ditentukan agar Yayasan dapat diperlakukan dan memperoleh status badan hukum adalah pendirian Yayasan sebagai badan hukum harus mendapat pengesahan oleh Menteri Hukum dan HAM dan Hak Asasi Manusia. Yayasan harus dapat berperan sebagai wadah untuk mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Jadi, menurut pendapat maupun pandangan beberapa pakar hukum Yayasan tersebut di atas, dan pengertian Yayasan berdasarkan UU Yayasan, maka sifat-sifat yayasan adalah sebagai berikut: Sosial; Kegamaan; dan Kemanusiaan.

    Sesuai dengan Pasal 1 angka 1, penjelasan umum dan penjelasan Pasal 3 Ayat (2), sifat-sifat Yayasan tersebut di atas harus tercermin dalam maksud dan tujuan serta kegiatan Yayasan. Karena sifat-sifat tersebut di atas, maka berimplikasi kepada para anggota pembina, pengurus dan pengawas Yayasan harus bekerja secara sukarela, yakni tanpa menerima gaji, upah atau honor tetap, serta tidak boleh bertujuan untuk memperkaya diri para pendiri, pembina, pengurus dan pengawas Yayasan.

    Untuk mendirikan Yayasan, sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Ayat (2) UU Yayasan, maka harus dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. Dalam akta notaris tersebut harus dinyatakan dengan jelas pihak-pihak pendiri Yayasan serta berapa besar harta kekayaan dari para pendirinya yang akan dijadikan harta kekayaan awal Yayasan.
    Sehubungan dengan pendirian Yayasan, Menurut Gunawan Widjaya, bahwa Yayasan juga dimungkinkan didirikan berdasarkan surat wasiat. Ini berarti bahwa:
    1) Yayasan jelas merupakan suatu kumpulan modal dan bukan kumpulan orang;
    2) Dikatakan bukan kumpulan orang, karena Yayasan dapat didirikan hanya oleh satu orang yang menyisihkan harta kekayaan pribadinya menjadi harta kekayaan awal Yayasan; dan
    3) Selanjutnya oleh karena akta pendirian Yayasan harus dibuat dalam bentuk akta Notaris, maka surat wasiat yang memungkinkan pendirian Yayasan juga harus merupakan surat wasiat yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris.
    2. Organ-Organ Yayasan
    Mengenai organ-organ dalam Yayasan, menurut penjelasan umum dan Pasal 2 UU Yayasan terdiri dari beberapa organ yaitu:
    1. Pembina
    Istilah yang digunakan dalam UU Yayasan untuk legislatif Yayasan adalah Pembina. Berbeda dengan Perseroan yang menggunakan istilah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Untuk Yayasan dengan menggunakan istilah Pembina, menurut Gatot Supramono, adalah kurang tepat. Karena menurutnya lebih tepat digunakan dengan Rapat Pembina. Alasan lain adalah karena seolah-olah Pembina hanya terdiri dari satu orang saja. Padahal UU Yayasan menghendaki lebih dari satu orang Pembina.
    Dalam UU Yayasan dan dalam Anggaran Dasar (AD) Yayasan, ditentukan bahwa pembina adalah orang Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas yang meliputi kewenangan mengenai:
    1) Keputusan untuk melakukan perubahan AD Yayasan;
    2) Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas Yayasan;
    3) Penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan AD Yayasan;
    4) Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; dan
    5) Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.
    Pihak yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina adalah orang perseorangan yang merupakan pendiri Yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan. Jadi, menurut UU Yayasan terdiri dari alternatif sebagai berikut:
    1) Pendiri Yayasan selaku pribadi;
    2) Orang yang bukan pendiri Yayasan; dan
    3) Pendiri Yayasan selaku pribadi dan orang yang bukan pendiri Yayasan.
    Mengenai syarat-syarat orang yang dapat diangkat menjadi Pembina dalam Yayasan adalah:
    1) Orang perorangan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 27 Ayat (3);
    2) Mempunyai dedikasi yang tinggi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 27 Ayat (3);
    3) Diangkat berdasarkan keputusan rapat gabungan seluruh anggota pengurus dan anggota pengawas, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 27 Ayat (4);
    4) Tidak boleh merangkap menjadi pengurus atau pembina; dan
    5) Anggota Pembina yang berkewarganegaraan asing, jika bertempat tinggal di Indonesia harus memegang izin melakukan kegiatan atau usaha di wilayah negara Republik Indonesia dan pemegang Kartu Izin Tinggal Sementara.

    2. Pengurus
    Pasal 31 Ayat (1) UU Yayasan, ditentukan bahwa Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan. Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Ini berarti setiap pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan. Dalam menjalankan tugasnya tersebut, pengurus tidak harus melakukannya sendiri, pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan. Untuk keperluan itu maka segala ketentuan yang berhubungan dengan syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan harus diatur dalam anggaran dasar Yayasan.
    Dalam Pasal 31 Ayat (2) UU Yayasan, ditentukan bahwa orang yang dapat diangkat menjadi pengurus adalah orang perseorangan yang mampu dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Sebagaimana halnya larangan bagi pembina, maka pengurus pun dilarang untuk merangkap sebagai pembina atau pengawas Yayasan.
    Pengurus Yayasan diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan rapat pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Susunan pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas 3 (tiga) yaitu, seorang ketua; seorang sekretaris; dan seorang bendahara.
    Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 36 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (1) UU Yayasan, bahwa anggota pengurus tidak berwenang mewakili Yayasan apabila terjadi hal-hal seperti berikut :
    a) Terjadi perkara di depan pengadilan antara Yayasan dengan anggota pengurus yang bersangkutan;
    b) Anggota pengurus yang bersangkutan mampunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Yayasan;
    c) Mengikat Yayasan sebagai penjamin utang;
    d) Mengalihkan kekayaan Yayasan kecuali dengan persetujuan pembina; dan
    e) Membebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain.

    3. Pengawas
    Dalam Pasal 40 Ayat (1) UU Yayasan diberikan definisi Pengawas yaitu organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan. Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, Yayasan harus memiliki pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang pengawas. Adapun wewenang, tugas dan tanggung jawab pengawas Yayasan diserahkan pengaturan sepenuhnya dalam anggaran dasar Yayasan. Yang jelas pengawas Yayasan wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan Yayasan.

    Sehubungan dengan kewenangan pengawas Yayasan, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 memberikan hak kepada pengawas Yayasan untuk memberhentikan sementara anggota pengurus dengan menyebutkan alasannya. Pemberhentian sementara yang dilakukan oleh pengawas Yayasan harus dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pemberhentian sementara, dilaporkan secara tertulis kepada pembina. Selanjutnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal laporan diterima pembina wajib mengganti anggota pengurus yang bersangkutan untuk diberi kesempatan membela diri. Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pembelaan diri, pembina wajib:
    a) Mencabut keputusan pemberhentian sementara
    b) Memberhentikan anggota pengurus yang bersangkutan.

    Apabila pembina tidak melaksanakan hal tersebut, maka pemberhentian sementara tersebut batal demi hukum dan pengurus Yayasan yang diberhentikan sementara tersebut kembali memangku jabatan dan karenanya melaksanakan kembali tugas dan wewenangnya sebagai pengurus Yayasan.

    Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 menentukan bahwa mereka yang dapat diangkat menjadi pengawas adalah orang perseorangan yang mampu dan cakap untuk melakukan perbuatan atau tindakan hukum. Setiap anggota pengawas Yayasan yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengawasan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat dan negara berdasarkan putusan pengadilan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat diangkat menjadi pengawas Yayasan mana pun. Serupa dengan jabatan pembina dan pengurus, maka mereka yang menduduki jabatan pengawas Yayasan tidak diperbolehkan untuk merangkap sebagai pembina atau pengurus Yayasan.
    3. Yayasan Sebagai Badan Hukum
    Keinginan untuk menjadikan Yayasan sebagai badan hukum melalui pengundangan UU Yayasan sebenarnya sudah lama, bahkan belakangan di era reformasi keinginan untuk segera memiliki UU Yayasan itu berbarengan dengan konsekuensi pemerintah untuk menertibkan Yayasan-Yayasan yang semula didirikan tanpa ada dasar hukum yang kuat. Jadi, setelah menjadikan Yayasan sebagai badan hukum. Khususnya dalam hal pertanggungjawaban pengurus, pembina, dan pengawas tidak jelas dasar yang harus dijadikan dalam mempertanggungjawabkan kesalahannya. Sehubungan dengan itu, maka pemerintah menjadikan Yayasan-Yayasan tersebut menjadi berbadan hukum melalui UU Yayasan. Jadi, konsekuensinya adalah semua Yayasan di Indonesia harus berdasarkan prinsip-prinsip badan hukum dalam hal pertanggungjawaban organ-organ Yayasan.
    Badan hukum merupakan suatu badan yang sekalipun bukan berupa manusia namun dianggap mempunyai harta kekayaan sendiri yang terpisah dari para anggotanya dan merupakan pendukung hak dan kewajiban seperti seorang manusia serta dapat turut serta dalam lalu lintas hukum. Dalam melakukan perbuatan hukum, badan hukum tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus diwakili para pengurusnya.

    NH. Brigstein menyebutkan Yayasan adalah suatu badan hukum yang bertujuan untuk membagikan kekayaan dan atau penghasilan kepada pendiri/penguasanya atau kepada orang lain sepanjang sesuai dengan tujuan Yayasan yang idealistis. Yayasan diciptakan dengan pemisahan harta kekayaan untuk tujuan tidak mengharapkan keuntungan serta penyusunan suatu organisasi demi terwujudnya tujuan dengan alat itu.
    Pada Yayasan terdapat pokok-pokok penerapan tujuan dan organisasi oleh para pendirinya, tidak memiliki anggota, tidak ada hak bagi pengurusnya untuk mengadakan perubahan yang berakibat jauh dalam tujuan dan organisasi, serta perwujudan dari suatu tujuan terutama dengan modal yang diperlukan untuk itu. Akhirnya dapat dipahami bahwa Yayasan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan berdasarkan badan hukum, dengan bermodal atas kekayaan sendiri dan bertujuan untuk kepentingan sosial.

    Untuk pendirian sebuah Yayasan harus memenuhi adanya pemisahan harta kekayaan, tujuan dan organisasi serta satu syarat formil yakni surat. Paul Scholten mengemukakan bahwa yayasan adalah suatu badan hukum yang dilahirkan dalam pernyataan sepihak, yang berisi pemisahan kekayaan untuk tujuan tertentu serta bagaimana kekayaan itu diurus dan dipergunakan. Maksud dan tujuan Yayasan hanya diperbolehkan oleh undang-undang mencakup 3 (tiga) bidang saja yakni di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

    Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yakni dalam Pasal 365, 899, 900, 1680, 1852, dan Pasal 1954 ada disebutkan istilah Yayasan, tetapi pasal-pasal tersebut dalam isinya tidak mengatur keberadaan Yayasan itu sendiri. Oleh karena itu menurut Fred Tumbuan, pasal-pasal dalam KUH Perdata tersebut hanya sekedar mengakui keberadaan Yayasan tersebut sebagai badan hukum perdata. Hal yang sama juga terdapat dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang ada menyebut istilah Yayasan, tetapi juga tidak merinci mengenai status, hak maupun wewenang Yayasan dimaksud.

    Sebagai contoh dalam Pasal 365 KUH Perdata mengatur tentang masalah perwalian (voogdij) dapat dipercayakan kepada perhimpunan yang berstatus badan hukum, yayasan (stichting) atau badan karikatif (insteling van weldadigheid). Demikian pula apabila perhatikan Pasal 899 KUH Perdata yang memuat tentang orang yang dapat menarik manfaat dari yayasan.
    Apabila diperhatikan ada tiga istilah yang dipergunakan oleh Pembuat KUH Perdata yang kesemuanya menunjuk pada pengertian Yayasan sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan di bidang sosial, kemanusiaan dan keagamaan, yakni stichtingen, gestichten, dan armeninrichtingen.

    Meskipun keberadaan Yayasan sebelum UU Yayasan tidak mendapat pengaturan yang jelas dan tegas, namun status badan hukum yayasan tersebut tidak pernah diragukan baik di kalangan akademisi maupun praktisi. Itulah sebabnya UU Yayasan sendiri tidak ragu-ragu dalam memberikan pengakuan terhadap status badan hukum Yayasan yang terbentuk sebelum berlakunya UU Yayasan.

    Justifikasi eksistensi yayasan sebagai sebuah badan yang dapat bertindak dalam lalu lintas hukum juga mendapat justifikasi dari berbagai peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Kepailitan, Undang-Undang Perseroan Terbatas, dan berbagai Keputusan di tingkat menteri.
    Selanjutnya menurut Chatamarrayid, suatu yayasan sekurang-kurangnya harus meliputi hal-hal sebagai berikut:
    1. Harus bertujuan sosial dan kemanusiaan;
    2. Tujuan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang­-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan;
    3. Dana yayasan berasal dari harta kekayaan para pendiri yang dipisahkan dan sumbangan masyarakat;
    4. Kekayaan yang dipisahkan harus sesuai dengan tujuan pendirian yayasan;
    5. Fasilitas yang diperoleh dan dana yang berhasil dihimpun harus digunakan sesuai dengan tujuan yayasan;
    6. Yayasan dapat melakukan usaha yang menghasilkan laba, tapi bukan merupakan tujuan dan harus digunakan untuk tujuan sosial;
    7. Yayasan harus terbuka untuk partisipasi masyarakat;
    8. Pertanggungjawaban pengurus yayasan harus jelas;
    9. Yayasan harus ditujukan untuk menegakkan hak asasi manusia dan keadilan sosial.;
    10. Kalau Yayasan bubar, kekayaan yayasan harus dilimpahkan pada badan atau yayasan yang bertujuan sama atau hampir sama; dan
    11. Yayasan baik pendiriannya maupun pengaturan lainnya harus diatur oleh atau dengan undang-undang.
    Pendapat beberapa ahli yang menyatakan bahwa Yayasan adalah badan hukum dengan tujuan sosial antara lain dikemukakan oleh Haryati Soeroredjo, yang menyatakan bahwa tujuan Yayasan tentunya bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan dan tidak diperbolehkan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
    Sedangkan Soenarto Soerodibroto, berpendapat bahwa salah satu prinsip yang fundamental yang melekat pada suatu yayasan ialah tujuan yayasan haruslah idiil dan usaha-usahanya adalah non komersial. Sehubungan dengan kepastian status Yayasan sebagai badan hukum sebelum diundangkan UU Yayasan kiranya perlu disebut di sini ketentuan dalam Pasal 236 dan Pasal 890 Rv (Reglement op de Rechtsvordering) yang mengakui dan memperlakukan Yayasan sebagai persona in judicio (subjek hukum yang mandiri).

    Yayasan sebagai badan hukum semata-mata merupakan produk jurisprudensi. Diterimanya Yayasan sebagai badan hukum bukan berdasarkan peraturan perundang-undangan akan tetapi melalui Yurisprudensi (Putusan Hoogerechtshof tahun 1884 dan Putusan MA RI Nomor 124 /Sip/1973 tanggal 27 Juni 1973). Dapat pula dikatakan bahwa selama ini yayasan diterima sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban sendiri. Eksistensi Yayasan sebagai subjek hukum diterima dengan status badan hukum. Akan tetapi tidak terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang lembaga Yayasan secara lengkap dan jelas.
    KUH Perdata mengenal istilah stichting untuk Yayasan seperti pada Pasal 1365, Pasal 900 dan Pasal 1680 KUH Perdata. Pasal 285 Ayat (1) KUH Perdata mengenal Yayasan sebagai badan hukum tanpa anggota dengan maksud melaksanakan tujuannya yang tertera dalam statuta dengan menyisihkan harta kekayaan untuk mencapai tujuan tersebut. Pendirian Yayasan di Indonesia selama ini hanya berdasarkan atas kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat yaitu didirikan dengan Akta Notaris dan didaftarkan pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Yayasan bila pengelola yayasan tersebut merasa perlu. Namun saat ini setelah diundangkannya UU Yayasan, mewajibkan dalam Akta Notaris wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri setempat.

    Yayasan sebagai badan hukum, jelas sekali dirumuskan dalam rumusan Pasal 1 angka 1 UU Yayasan bahwa Yayasan adalah badan hukum dengan ketentuan bahwa status badan hukum Yayasan baru diperoleh setelah akta pendirian Yayasan disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM. Ini berarti bahwa pengesahan akta pendirian ini merupakan satu-satunya dokumen yang menentukan saat berubahnya status Yayasan menjadi badan hukum. Rumusan ini tentunya membawa konsekuensi bahwa sebagai badan hukum, Yayasan memiliki karakteristik dan kemampuan bertindak sebagai layaknya suatu subjek hukum.
    Kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagai badan hukum dilaksanakan oleh kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM atas nama Menteri Hukum dan HAM yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan. Dalam memberikan pengesahan, Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait, dalam hal ini adalah instansi yang membidangi masalah sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

    Pengesahan akta pendirian Yayasan dapat dilakukan oleh pendiri atau kuasanya dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Hukum dan HAM. Pengesahan akta pendirian tersebut diberikan dalam waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap oleh Menteri Hukum dan HAM. Dalam hal diperlukan pertimbangan dari instansi terkait, maka keputusan diberikan atau tidak diberikannya pengesahan akta pendirian Yayasan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 12 Ayat (3) UU Yayasan, harus dibuat dalam jangka waktu:
    1) Paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan pertimbangan diterima dari instansi terkait
    2) Dalam hal tidak diterima jawaban, maka jangka waktu dihitung setelah lewat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan pertimbangan kepada instansi terkait dikirim
    Dalam hal permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan ditolak, menurut ketentuan Pasal 13 Ayat (1) UU Yayasan, maka Menteri Hukum dan HAM wajib memberitahukannya secara tertulis disertai dengan alasannya, kepada permohonan mengenai penolakan pengesahan tersebut. Sebagai badan hukum, Yayasan wajib membayar segala biaya atau ongkos yang dikeluarkan oleh organ Yayasan dalam rangka menjalankan tugas Yayasan. Yang dimaksud dengan organ Yayasan adalah pembina, pengurus dan pengawas. Ini berarti bahwa Yayasan harus memikul segala biaya dan ongkos yang telah dikeluarkan oleh pembina, pengurus dan pengawas Yayasan dalam melaksanakan tugas mereka.
    4. Maksud dan Tujuan Yayasan
    Yayasan didirikan harus sesuai dengan maksud dan tujuan dalam Anggaran Dasar Yayasan. Dalam rangka mencapai tujuannya Yayasan dimungkinkan untuk menjalankan atau melaksanakan kegiatan usaha, termasuk untuk mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam badan usaha.
    Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 membatasi bentuk penyertaan Yayasan dengan menyatakan bahwa:
    a) Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan;
    b) Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25% dari seluruh nilai kekayaan Yayasan;
    c) Kegiatan usaha dari badan usaha yang didirikan tersebut atau pun dimana Yayasan melakukan penyertaan moral harus tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    d) Anggota pembina, pengurus dan pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai anggota direksi ataupengurus dan anggota dewan komisaris atau pengawas dari badan usaha yang didirikan tersebut.

    Menurut Gunawan Widjaya, bahwa yang menarik dari pembatasan yang diberikan tersebut adalah:
    a) Undang-Undang Yayasan tidak memberikan batasan kepemilikan pada badan usaha yang didirikan oleh Yayasan untuk mencapai maksud dan tujuannya.
    b) Undang-Undang Yayasan tidak memberikan batasan penyertaan pada badan usaha yang prospektif berdasarkan pada besarnya modal yang dikeluarkan oleh badan usaha tersebut, melainkan berdasarkan pada nilai kekayaan Yayasan yaitu sebanyak-banyaknya 25% dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.

    Berdasarkan rumusan yang disebutkan di atas, maka dalam rangka menjalankan kegiatan usaha yang sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan, Undang-Undang Yayasan memberikan kewenangan sepenuhnya kepada pengurus Yayasan, dengan atau tanpa persetujuan organ lainnya untuk secara penuh dan mandiri melakukan pengelolaan badan usaha tersebut. Ini berarti memang tidak diperlukan pembatasan kepemilikan yang demikian.

    Selain itu, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tidak ingin membatasi kemungkinan Yayasan ikut serta dalam kegiatan usaha lain, yang berada di luar maksud dan tujuan Yayasan yang memiliki prospek yang cukup baik sehingga Yayasan dapat meningkatkan harta kekayaannya, yang pada akhirnya bermuara juga pada pencapaian maksud dan tujuan Yayasan. Walau demikian, oleh karena hal tersebut berada di luar maksud dan tujuan Yayasan, dan karenanya untuk lebih memfokuskan pengurus Yayasan pada jalannya pengurusan Yayasan yang sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan yang sebenarnya, maka sepantasnya jika penyertaan yang demikian hanya dibatasi hingga 25% dari seluruh nilai kekayaan Yayasan. Dengan makin berkembangnya Yayasan, yang pada akhirnya juga meningkatkan harta kekayaan Yayasan, maka tentunya makin banyak juga penyertaan usaha prospektif yang dapat dilakukan oleh Yayasan.

    Berbeda dengan kebiasaan yang ada sebelum Undang-Undang Yayasan berlaku, pembatasan hanya diberikan terhadap penyertaan pada usaha prospektif di luar kegiatan usaha berdasarkan maksud dan tujuan Yayasan, dan bahwa penyertaan ini pun tidak dibatasi hingga suatu jumlah persentasi tertentu dalam kepemilikan (saham) badan usaha dimana penyertaan dilakukan. Sebelum berlakunya UU Yayasan, terdapat suatu pengakuan tidak tertulis bahwa Yayasan hanya boleh melakukan penyertaan pada Perseroan Terbatas setinggi-tingginya sejumlah 25% dari modal yang ditempatkan oleh Perseroan Terbatas tersebut.

    5. Yayasan Sebagai Organisasi Nirlaba (Filantropis)
    Tidak ada ketentuan dalam UU Yayasan yang menyatakan bahwa Yayasan adalah organisasi nirlaba. Hanya saja dalam Pasal 1 butir 1 menyatakan bahwa, “Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.“
    Oleh karena itu, dalam konteks UU Yayasan, pengertian nirlaba tersebut perlu mendapat penegasan atau pendefinisian dan pengaturan yang jelas setidaknya dalam berbagai peraturan pelaksana nantinya. Pasal 2 UU Yayasan secara tegas telah mengizinkan Yayasan melakukan kegiatan usaha untuk mendapatkan laba, hanya saja laba tersebut dipergunakan semata-mata untuk tujuan-tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Dengan demikian keberadaan Yayasan harus merupakan manifestasi dari tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan amal dan kedermawanan secara terorganisasi dan sistematis.

    Meskipun beramal dan juga menggalang dana untuk kegiatan amal (charity) dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, Yayasan lebih mempunyai kesan sebagai bentuk penggalangan dana amal secara mutakhir (filantropisme). Kegiatan filantropisme ini selain melibatkan kegiatan amal yang lebih besar juga bersifat kelembagaan dari pada perorangan. Pengelolaannya dilakukan secara sistemik melalui lembaga-lembaga yang dirancang khusus untuk itu. Akhirnya kegiatan kedermawanan sosial tersebut menjadi sesuatu yang hampir-hampir tidak terbatas baik dalam ukuran jumlah uang yang dikelola maupun cakupan kegiatannya.

    Terdapat berbagai masalah hukum yang berkenaan dengan Yayasan sebagai organisasi nirlaba belum terpecahkan selama ini. Bagaimana semestinya sebuah Yayasan sesuai dengan sistem pengaturan organisasi nirlaba yang ada saat ini adalah merupakan suatu masalah. Hukum Indonesia tidak ada yang mengatur dengan tegas mengenai pemecahan penyalahgunaan hak yang dilakukan oleh Yayasan, misalnya mengenai pembatasan keuntungan individu, pembatasan aktivitas perdagangan dan sebagainya.

    Dalam lapangan organisasi kemasyarakatan, nirlaba biasanya mengacu kepada sifat organisasi yang non pemerintah, sukarela, dan mandiri. Secara umum organisasi semacam itu termasuk dalam kategori filantropis karena sifat dasarnya untuk berbagai kasih sayang sesama manusia melalui kegiatan amal. Karena sifat dasarnya tersebut, organisasi ini kemudian bergerak dengan tanpa mencari keuntungan ekonomis, secara sukarela membantu memberdayakan masyarakat.

    Organisasi nirlaba adalah organisasi sosial non pemerintah yang bertujuan membantu dan memberdayakan masyarakat melalui managemen nirlaba secara sukarela dan bersifat mandiri. Kegiatan organisasi nirlaba ini dapat diklasfikasikan ke dalam kegiatan karikatif (bantuan amal langsung) dan kegiatan advokasi transformatif (pemberdayaan dalam arti luas). Kegiatan ini biasanya dilakukan melalui pendekatan struktural, demokratis dan menjujung tinggi hak asasi manusia serta menjalankan kewajiban sebagai warga negara.

    Kerangka hukum yang memadai bagi organisasi nirlaba di Indonesia belum berkembang. Ketentuan hukum yang dirancang untuk mengawasi organisasi nirlaba lebih menonjol dari pada yang mengembangkannya. Walaupun situasinya masih demikian, organisasi nirlaba Indonesia tampaknya enggan untuk mendukung upaya perbaikan kerangka hukum yang ada. Pembaharuan hukum mengenai organisasi nirlaba secara pesimis dipandang justru akan merusak tatanan yang dinilai telah cukup demokratis selama ini, meskipun diakui terdapat berbagai kelemahan antara lain penyalahgunaan Yayasan untuk tujuan dan kepentingan pribadi sebagaimana telah dikemukakan dengan perkataan lain sebagian besar masyarakat khususnya kalangan aktivis organisasi nirlaba curiga bahwa legislasi merupakan regulasi yang seringkali juatru menghasilkan pembatasan dan kontrol yang lebih ketat serta akan mempersempit ruang yang diperlukan bagi kegiatan organisasi nirlaba yang ada sekarang.

    Terlepas dari motivasi masing-masing, aspek inilah salah satu yang sering mendapat kritik tajam dari para pengelola Yayasan maupun pengamat terhadap ketentuan dalam UU Yayasan. Memang tidak dapat dinafikan berbagai kritikan tajam terhadap organisasi filantrofis modern di Indonesia dapat dimengerti terutama pada era reformasi dewasa ini. Berbagai kasus Yayasan yang dipimpin oleh Soeharto (mantan Presiden RI) seperti Yayasan DAKAR, yayasan Supersemar, Yayasan Darmais dan sebagainya dipandang tidak lebih sebagai upaya penumpukan harta dan dana untuk kepentingan pribadi dan golongan serta diperoleh secara tidak sah atau tidak sesuai dengan prosedur semestinya.
    D. Perubahan Akta Yayasan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

    Dalam Pasal 11 Ayat (1) UU Yayasan disebutkan bahwa, Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) memperoleh pengesahan dari Menteri. Sehubungan dengan bunyi Pasal 11 Ayat (1) ini, berarti sejak didirikannya Yayasan, maka secara otomatis Yayasan tersebut sudah dipenuhi syarat-syarat pendirian Yayasan tersebut yang dutuangkan dalam sebuah akta. Jadi, untuk mengetahui mengenai perubahan Akta Yayasan, dapat dipahami maksud ketentuan dalam Pasal 14 Ayat (1), disebutkan bahwa akta pendirian Yayasan memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain dianggap perlu. Sehubungan dengan itu, makna dari Pasal 14 Ayat (1) ini adalah berubahnya akta pendirian Yayasan, harus berubah pula ketentuan-ketentuan dalam Anggaran Dasar Yayasan. Dalam UU Yayasan mengatur mengenai perubahan akta pendirian Yayasan sebelum kelaurnya UU Yayasan, dimana akta pendiriannya harus disesuaikan dengan ketentuan dalam UU Yayasan tanpa terkecuali.

    Dalam ketentuan dalam Pasal 37 Ayat (4) UU Yayasan dinyatakan bahwa Pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan, harus dilampiri:
    a. Salinan akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan;
    b. Tambahan Berita Negara Republik Indonesia yang memuat akta pendirian Yayasan atau bukti pendaftaran akta pendirian di pengadilan negeri dan izin melakukan kegiatan dari instansi terkait;
    c. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris;
    d. Surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat;

    Berdasarkan ketentuan di atas, beberapa hal yang harus dilampirkan dalam perubahan akta Yayasan tersebut untuk mewujudkan mekanisme pengawasan publik terhadap Yayasan yang diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang, Anggaran Dasar, atau merugikan kepentingan umum, UU Yayasan mengatur tentang kemungkinan pemeriksaan terhadap Yayasan yang dilakukan oleh ahli berdasarkan penetapan pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan atau atas permintaan kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.
    Dengan adanya pemberkasan dokumen-dokumen Yayasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana disebutkan dalam Pasal 37 Ayat (4) di atas, dapat mempermudah Pengadilan dalam melakukan pemeriksaan terhadap Yayasan. Lebih jelasnya ketentuan dalam Pasal 53 UU Yayasan yaitu:
    1. Pemeriksaan terhadap Yayasan untuk mendapatkan data atau keterangan dapat dilakukan dalam hal terdapat dugaan bahwa organ Yayasan:
    a. Melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan Anggaran Dasar;
    b. Lalai dalam melaksanakan tugasnya;
    c. Melakukan perbuatan yang merugikan Yayasan atau pihak ketiga; atau
    d. Melakukan perbuatan yang merugikan Negara.
    2. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan disertai alasan.
    3. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.

    Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Yayasan pada mulanya berpedoman kepada hukum kebiasaan belum memiliki landasan hukum, oleh karena dengan adanya UU Yayasan ini, wajib bagi setiap Yayasan untuk tunduk dan patuh segala ketentuan dalam UU Yayasan. Salah satu yang perlu ditekankan adalah dalam hal perubahan akta Yayasan, harus disesuaikan ketentuan Anggaran Dasarnya. Sehingga dengan demikian terhadap Yayasan akan semakin mudah untuk dilakukan pemeriksaan atas segala aktivitas Yayasan tersebut. Termasuk jika Yayasan itu melakukan perbuatan melwan hukum, lalai, melakukan tindakan yang merugikan masyarakat (pihak ketiga), dan merugikan negara. Dalam pemriksaan terhadap Yayasan harus melalui penetapan Ketua Pengadilan atas permintaan pihak Kejaksaan Ngeri setempat.

    Pengadilan juga dapat mengabulkan dan menolak atas permintaan terhadap Yayasan untuk diperiksa sebagaimana ketentuan dalam Pasal 54 UU Yayasan sebagai berikut:
    1. Pengadilan dapat menolak atau mengabulkan permohonan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2).
    2. Dalam hal Pengadilan mengabulkan permohonan pemeriksaan terhadap Yayasan, Pengadilan mengeluarkan penetapan bagi pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli sebagai pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan.
    3. Pembina, Pengurus, dan Pengawas serta pelaksana kegiatan atau karyawan Yayasan tidak dapat diangkat menjadi pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
    Penjelasan Pasal 54 Ayat (2) yang dimaksud dengan ahli adalah mereka yang memiliki keahlian sesuai dengan masalah yang akan diperiksa. Misalnya jika terjadi perbuatan melawan hukum atas pengurus Yayasan, maka pihak Kejaksaan berhak untuk melakukan pemeriksaan tersebut. Kemudian hasil pemeriksaan oleh pihak Kejaksaan harus disampaikan kepada Ketua Pengadilan setempat atas telah atau tidak terjadinya suatu perbuatan melawan hukum. Pasal 56 UU Yayasan disebutkan bahwa:
    1. Pemeriksa wajib menyampaikan laporan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan kepada Ketua Pengadilan di tempat kedudukan Yayasan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan selesai dilakukan.
    2. Ketua Pengadilan memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada pemohon atau Kejaksaan dan Yayasan yang bersangkutan.
    Berdasarkan beberapa ketentuan mengenai pemeriksaan Yayasan tersebut di atas, dapat dianalisis bahwa perubahan pendirian akta Yayasan yang wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam UU Yayasan membawa konsekuensi hukum terhadap Yayasan atas segala kegiatan atau aktivitas Yayasan sehingga dapat mempermudah bagi Instansi terkait seperti Pengadilan, dan Kejaksaan dalam melakukan pemerisaan terhadap Yayasan tersebut.
    1. Ruang Lingkup Perubahan Akta Yayasan
    Ruang lingkup perubahan akta pendirian Yayasan dapat dilihat dan dipahami apa-apa saja yang dicantumkan dalam Anggaran Dasar. Namun harus memperhatikan ketentuan dalam Pasal 17 yaitu tidak dibenarkan merubah maksud dan tujuan.
    Selengkapnya disebutkan, “Anggaran Dasar dapat diubah kecuali maksud dan tujuan Yayasan”.
    Perubahan nama dan tempat kedudukan. Nama sangat penting bagi Yayasan dengan menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya. Sama hal dengan manusia, tidak dapat dilepaskan dari sebuah nama untuk mengetahui identitasnya, sehingga dengan nama itu akan dengan mudah diketahui siapa manusia tersebut. Begitu pulalah sebuah Yayasan jika tidak punya nama akan sulit untuk membedakannya. Lagi pula secara perdata juga mengenal subjek hukum yakni suatu badan atau organisasi yang dianggap dapat bertindak sebagaimana manusia biasa. Dalam pemberian nama terhadap Yayasan pada dasarnya bebas dengan nama apa saja seperti nama orang, nama bunga, nama tanaman, dan lain-lain. Meskipun demikian kebebasan memberikan nama terhadap Yayasan, oleh undang-undang dibatasi dalam Pasal 15 Ayat (1) UU Yayasan yakni, Pertama, telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain; dan Kedua, bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan.
    Perubahan jangka waktu pendirian. Jika ingin merubah jangka waktu sampai kapan pendirian Yayasan itu, hanya diberikan oleh undang-undang dua alternatif. Hal tersebut diatur dalam Pasal 16 Ayat (1) UU Yayasan yakni untuk jangka waktu tertentu dan untuk jangka waktu tidak tertentu. Jika waktunya tertentu, maka dengan jelas disebutkan dalam akta maupun dalam perubahan akta pendirian Yayasan misalnya 10 (sepuluh) tahun. Dengan menyebutkan waktu tertentu tersebut, maka setelah tiba waktunya, Yayasan tersebut harus bubar. Namun dalam Ayat (2) diberikan pula waktu perpanjangan jika dikehendaki oleh pendiri. Mengenai jangka waktu tidak tertentu, Yayasan dapat berdiri sepanjang masa walaupun telah berganti-ganti organ-oragannya. Perubahan tidak boleh dilakukan pada waktu Yayasan akan pailit. Alasannya bertentangan dengan maksud ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Perubahan akta tersebut harus berdasarkan kepada rapat pembina. Hal ini karena rapat pembina mempunyai kekuasaan yang diamanahkan Pasal 28 Ayat (2) huruf a UU Yayasan bahwa rapat pembina merupakan kedudukan organ tertinggi dalam Yayasan.
    Perubahan yang harus mendapat persetujuan Menteri. Yakni menyangkut Pasal 21 Ayat (1) yaitu mengenai nama dan kegiatan Yayasan harus mendapat persetujuan Menteri. Hal ini disebabkan karena nama dan kegiatan Yayasan tersebut sangat berarti secara administratif. Perubahan yang hanya cukup diberitahukan kepada Menteri. Yakni mengenai Pasal 21 Ayat (2), dimana perubahan selain dari pada Pasal 17 dan Pasal 21 Ayat (1) UU Yayasan.
    Maksud dan tujuan Yayasan tidak boleh diubah kecuali yang telah disebutkan di atas yaitu sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Memang ada disebutkan sebagai pengecualian yakni dalam ketentuan Pasal 14 Ayat (1) bila dinggap perlu. Akan tetapi hal tersebut diberi batasan oleh bunyi Pasal 17 dimana bahwa dalam mengubah akta beserta Anggaran Dasar Yayasan tersebut, dilarang oleh UU Yayasan untuk mengubah maksud dan tujuan Yayasan itu. Tujuan yang diperbolehkan oleh UU Yayasan adalah hanya untuk sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
    2. Syarat-Syarat Perubahan Akta Yayasan
    Yayasan didirikan dengan memperhatikan syarat-syarat formal dalam UU Yayasan. Kalau dalam hal permohonan pengesahan badan hukum Yayasan diajukan oleh Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Menkumham RI) dengan melampirkan syarat-syarat:
    1. Salinan akta pendirian Yayasan yang dibubuhi materai;
    2. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Yayasan yang telah dilegalisir Notaris;
    3. Fotokopi surat keterangan domisili Yayasan yang dikeluarkan oleh lurah atau kepala desa setempat dan dilegalisir notaris;
    4. Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak;
    5. Bukti pembayaran;
    Sebagaimana dengan syarat-syarat permohonan pengesahan Yayasan di atas, begitu pulalah persyaratan yang harus dipenuhi jika dalam hal perubahan akta pendirian Yayasan.
    Dalam Pasal 21 Ayat (1) UU Yayasan, permohonan persetujuan atas akta perubahan AD Yayasan. Permohonan persetujuan perubahan AD Yayasan diajukan oleh Notaris kepada Menkumham RI dengan melampirkan syarat-syarat yakni:
    1. Salinan Akta Notaris yang memuat perubahan AD Yayasan yang dibubuhi materai;
    2. Fotokopi NPWP atas nama Yayasan yang telah dilegalisir notaris;
    3. Fotokopi surat keterangan domisili Yayasan yang dikeluarkan oleh lurah atau Kepala Desa setempat dan dilegalisir notaris;
    4. Bukti pembayaran PNBP; dan
    5. Bukti pembayaran pengumuman dalam Tambahan Berita Negara (TBN).
    Dalam hal pemberitahuan Pasal 21 Ayat (2), permohonan diajukan oleh Notaris kepada Menkumham RI dengan melampirkan syarat-syarat:
    Salinan akta Notaris yang memuat perubahan anggaran dasar Yayasan yang dibubuhi materai;
    Fotokopi NPWP atas nama Yayasan yang telah dilegalisir Notaris;
    Fotokopi surat keterangan domisili Yayasan yang dikeluarkan oleh lurah atau kepala desa setempat dan dilegalisir notaris;
    Bukti pembayaran PNBP;
    Bukti pembayaran pengumuman dalam TBN.
    Dalam hal pemberitahuan menurut Pasal 71 Ayat (2) UU Yayasan, permohonan diajukan oleh Notaris kepada Menkumham RI dengan melampirkan syarat-syarat:
    Salinan akta Notaris yang memuat perubahan AD Yayasan yang dibubuhi materai;
    Bukti pendaftaran Yayasan pada Pengadilan Negeri dan surat izin kegiatan atau operasional dari instansi terkait;
    Bukti pendaftaran Yayasan pada Pengadilan Negeri dan Tambahan Berita Negara (TBN);
    Seluruh dokumen yang terkait dengan Yayasan;
    Fotokopi NPWP atas nama Yayasan yang telah dilegalisir notaris;
    Fotokopi surat keterangan domisili Yayasan yang dikeluarkan oleh lurah atau kepala desa setempat dan dilegalisir Notaris;
    Bukti pembayaran PNBP;
    Bukti pembayaran pengumuman dalam TBN.
    Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa AD dapat dapat diubah kecuali mengenai maksud dan tujuan Yayasan. Perubahan AD Yayasan dapat dilakukan melalui keputusan rapat pembina yang dihadiri 2/3 anggota pembina. Perubahan itu dilakukan dengan akta Notaris dan harus dibuat dalam bahasa Indonesia.
    Rapat pembina untuk memutuskan perubahan AD dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 19 Ayat (1). Pada saat musyawarah dilakukan, ada tahapan-tahapan dalam mengambil keputusan. Jika rapat pertama tidak menghasilkan keputusan juga, maka diadakan rapat kedua. Rapat kedua ini dilakukan paling cepat 3 (tiga) hari sejak rapat pertama. Rapat kedua sah apabila dihadiri oleh lebih dari 50% jumlah anggota pembina. Keputusan diambil melalui suara terbanyak dari jumlah anggota yang hadir.
    3. Prosedur Perubahan Akta Yayasan
    Prosedur perubahan akta pendirian Yayasan harus memperhatikan ketentuan formal dalam UU Yayasan. Yakni Pasal 18 Ayat (1), harus dilakukan terlebih dahulu melalui rapat pembina. Pada waktu rapat pembina harus minimal dihadiri 2/3 dari jumlah anggota pembina. Untuk melakukan perubahan akta pendirian Yayasan tersebut harus dilakukan oleh Notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
    Jika kesepakatan dalam rapat pembina telah bulat, maka selanjutnya untuk menyampaikan perubahan akta itu kepada Menteri Hukum dan HAM adalah Notaris. Setelah adanya persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM, maka sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 24 Ayat (1), bahwa terhadap akta pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui, wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara (TBN) Republik Indonesia.
    Kemudian untuk melakukan pengumuman perubahan akta sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diajukan permohonannya oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya kepada Kantor Percetakan Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan yang disahkan atau perubahan AD yang disetujui. Dengan demikian bahwa permohonan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara (TBN) Republik Indonesia dapat diajukan secara langsung atau dikirim melalui surat tercatat.
    Menurut Rita M, prosedur perubahan akta Yayasan dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
    1. Pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan perubahan AD kepada Menteri dengan mengirimkan surat permohonan perubahan AD;
    2. Perubahan AD tersebut kemudian disetujui oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Persetujuan perubahan itu, paling lambat dilakukan atau diberikan 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan AD diterima. Jika permohonan perubahan AD ditolak, harus diberi tahu secara tertulis kepada pendiri Yayasan.
    Dalam surat permohonan tersebut, wajib melampirkan alasan-alasan penolakan permohonan. Umumnya, alasan penolakan permohonan terkait erat dengan adanya cacat hukum dalam perubahan AD Yayasan.
    KESIMPULAN
    Perubahan akta pendirian Yayasan setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 junto Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan (UU yayasan) dimaksudkan agar Yayasan yang sudah ada sebelum lahirnya UU Yayasan supaya memiliki status sebagai badan hukum yang sama dengan Yayasan yang didirikan setelah keluarnya UU Yayasan tersebut. Dengan pengesahan Yayasan sebagai badan hukum, maka perbuatan organ-organ seperti pengurus, pembina, dan pengawas, dalam menjalankan tugasnya mengelola Yayasan harus bertanggung jawab atas segala tindakannya berdasarkan pertanggungjawaban layaknya sebuah badan hukum. Perlu dilakukakan pembedaan antara Yayasan yang kekayaannya dari negara atau yang mengelola dana bantuan negara ataupun dana masyarakat dengan Yayasan yang sifatnya pribadi dengan sumber kekayaan dari harta pribadi dan sumber keuangan rutinnya dari sumbangan perusahaan milik pribadi pendirinya.

    Diposting oleh BISDAN SIGALINGGING, SH, MH di 05.32

    Mengawal Kebijakan Program Kemendikbud 2021

    Rasanya sepi dari pemberitaan dan “promosi” berkaitan dengan program-program yang berkaitan dengan pendidikan dari  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2021 yang sudah disiapkan pada tahun 2020, jika ditelusuri kembali program pendidikan tahun 2021 Kemendikbud : “Hampir semua program kita itu bertumpu untuk memberikan suatu kemerdekaan bagi murid, kemerdekaan bagi guru, kemerdekaan bagi unit pendidikan dan juga kemerdekaan bagi ekosistem pendidikan untuk berpartisipasi dalam dunia pendidikan,” kata Nadiem dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR, Kamis (3/9/2020), seperti tersiar di kanal Youtube DPR RI

    Ada tujuh program prioritas yang bersentuhan dengan pendidikan telah disiapkan untuk tahun 2021 yang semuanya ini memerlukan komitmen, koordinasi (lintas kementerian) dan konsistensi dalam pelaksanaannya, rasa-rasanya bukan sesuatu yang terlalu ambisius tujuh program prioritas ini diluncurkan, tanpa bermaksud mengurangi makna dan nilai yang terkandung dari “filosofi” dan visi-misi Kemendikbud secara keseluruhan sudah sepantasnyalah  Kemendikbud membuat dan menyiapkan program prioritas pendidikan ini sebagai tolak ukur dalam rangka meningkatkan kualitas (sistem) pendidikan nasional. Tujuh program prioritas Kemendikbud tahun 2021 itu antara lain :

    1. Pembiayaan Pendidikan

    Tahun 2021, Kemendikbud menganggarkan Rp 27,26 triliun untuk pembiayaan pendidikan melalui Program Indonesia Pintar (PIP)/Kartu Indonesia Pintar Sekolah (KIP), tunjangan profesi guru, KIP Kuliah dan pembinaan Sekolah Indonesia Luar Negeri. PIP/KIP Sekolah akan menyasar 17,9 juta siswa dengan anggaran Rp 9,6 miliar. Sementara KIP Kuliah akan menyasar 1 juta mahasiswa dengan anggaran Rp 10 miliar. Lalu, Rp 7 miliar akan dialokasikan untuk tunjangan profesi guru yang menyasar 363.000 guru.

    PIP adalah pemberian bantuan tunai pendidikan kepada anak usia sekolah (usia 6 – 21 tahun) yang berasal dari keluarga miskin, rentan miskin: pemilik Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), peserta Program Keluarga Harapan (PKH), yatim piatu, penyandang disabilitas, korban bencana alam/musibah. PIP merupakan bagian dari penyempurnaan program Bantuan Siswa Miskin (BSM).

    PIP merupakan kerja sama tiga kementerian yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Sosial (Kemensos), dan Kementerian Agama (Kemenag)

    PIP dirancang untuk membantu anak-anak usia sekolah dari keluarga miskin/rentan miskin/prioritas tetap mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat pendidikan menengah, baik melalui jalur pendidikan formal (mulai SD/MI hingga anak Lulus SMA/SMK/MA) maupun pendidikan non formal (Paket A hingga Paket C serta kursus terstandar). Melalui program ini pemerintah berupaya mencegah peserta didik dari kemungkinan putus sekolah, dan diharapkan dapat menarik siswa putus sekolah agar kembali melanjutkan pendidikannya. PIP juga diharapkan dapat meringankan biaya personal pendidikan peserta didik, baik biaya langsung maupun tidak langsung.

    Untuk apa saja penggunaan dana PIP? Dana PIP dapat digunakan untuk membantu biaya pribadi peserta didik, seperti membeli perlengkapan sekolah/kursus, uang saku dan biaya transportasi, biaya praktik tambahan serta biaya uji kompetensi.

    Apakah ada lembaga yang mengawasi pelaksanaan PIP? Ada. Selain pengawasan internal sekolah/lembaga pendidikan, pengawasan eksternal dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayan, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Masyarakat juga dapat membantu pengawasan PIP dengan melaporkan hal yang dianggap tidak sesuai ke kontak pengaduan.

    2. Digitalisasi Sekolah

    Program prioritas ini merupakan bagian dari “Merdeka Belajar”.  Pertama untuk penguatan platform digital dianggarkan sebesar  Rp 109,85 miliar. Kedua, konten pembelajaran di program TVRI dengan anggaran Rp 132 miliar. Ketiga, bahan belajar dan model media pendidikan digital dengan anggaran Rp 74,02 miliar. Keempat, penyediaan sarana pendidikan (peralatan TIK) dengan anggaran Rp 1,175 triliun. anggaran yang cukup besar ini untuk pengadaan unit laptop bagi guru dan siswa menghadapi uji asesmen kompetensi yang direncanakan Kemendikbud berlangsung tahun depan (2021).

    3. Sekolah Penggerak dan Guru Penggerak

    Program ini terbagi atas empat poin, pertama ialah sertifikasi guru dan tenaga kependidikan (GTK). Kedua, peningkatan kompetensi dan kualifikasi GTK. Ketiga penjaminan mutu, advokasi daerah dan sekolah. Keempat ialah pembinaan peserta didik. “Guru penggerak ini adalah metode identifikasi guru-guru baru, yang akan memastikan bukan hanya guru itu kompeten, tetapi punya kemampuan untuk mementor guru-guru lain. Dan dia punya jiwa kepemimpinan,” papar Nadiem. Guru penggerak itu, lanjut dia, adalah calon-calon pemimpin dan kepala sekolah masa depan. Program ini dirancang sebagai peningkatan kualitas kurikulum dan Asesmen Kompetensi Minimum Pada 2021 (sebagai pengganti UN – Ujian Nasional),  Kemendikbud menganggarkan program kurikulum dan asesmen kompetensi minimum sebesar Rp 1,48 triliun.

    4. Peningkatan kualitas kurikulum dan Asesmen Kompetensi Minimum

    Kemendikbud menganggarkan program kurikulum dan asesmen kompetensi minimum sebesar Rp 1,48 triliun. Ujian Nasional (UN) resmi akan digantikan dengan Asesmen Nasional (AN) yang berbeda  format dan kontennya dengan UN. Semangat “Merdeka Belajar” menjiwai pemberlakuan AN ini yang akan dimulai pada bulan September – Oktober 2021 (sedianya akan diselenggarakan pada bulan Maret 2021 namun mengingat sikon pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda penurunan maka diundur dan dilain sisi untuk lebih memberikan kepastian dapat berjalannya AN ini tepat guna dan tepat sasaran (berkaitan dengan distribusi, pengadaan sarana-prasarana). Untuk lebih lengkapnya yang berhubungan dengan AN dapat dibaca Disini.

    5. Revitalisasi Pendidikan Vokasi

    Alokasi program revitalisasi pendidikan vokasi dianggarkan sebesar Rp 5,20 triliun.  Jika dicermati program prioritas ini merupakan bentuk transformasi Link and Match nya program pendidikan vokasi dengan dunia industri, lebih dari itu revitalisasi pendidikan vokasi ini merupakan engagement antara pendidikan vokasi dengan dunia industri. “Perkawinan” antara pendidikan vokasi dengan dunia industri ini merupakan penguatan nantinya yang akan memberikan jaminan bahwa outcomes nya (peserta didik setelah lulus) akan terserap oleh dunia industri, dan lebih dari itu harapannya adalah para lulusan pendidikan vokasi ini  menjadi “tuan sendiri” dengan memiliki bisnis dan mencipatkan lapangan kerja lainnya.

    Sejak tahun 90-an pemerintah telah mencanangkan link and match antara pendidikan vokasi dan industri. Namun, penyusunan kurikulumnya masih berjalan sendiri-sendiri. Penyelenggara pendidikan merasa mampu melihat kebutuhan industri. Sementara, industri merasa lulusan pendidikan vokasi belum siap kerja. Sebab itu, keterlibatan industri menjadi mutlak agar lulusan vokasi memenuhi standar kebutuhan, misalnya, melalui kegiatan praktik dengan melibatkan instruktur dari industri.

    Disamping itu, jika guru dan dosen diberi kesempatan mengikuti kegiatan serta penelitian terapan di industri, produktivitas industri juga akan meningkat. Indonesia tidak hanya membangun industri manufaktur, tetapi juga industri jasa, keuangan, kesehatan dan lainnya. Dengan demikian, revitalisasi perlu melibatkan semua sektor. Salah satu kebijakan di sektor industri adalah memberikan peluang kepada peserta didik untuk menjalankan “magang” minimal selama 6 bulan dengan tentunya diberikan sertifikat sebagai bukti kompetensi yang bersangkutan.

    Revitalisasi tenaga pendidik harus juga menjadi perhatian dan diprioritaskan untuk dapat ditingkatkan, mengingat selama ini (umumnya masih) ada tenaga pendidik vokasi lulusan sarjana dan magister pendidikan akademik, bukan pendidik vokasi atau magister terapan.

    6. Program Kampus Merdeka

    Untuk program Kampus Merdeka, Kemendikbud menganggarkan dana Rp 4,42 triliun yang akan membantu transformasi perguruan tinggi menjadi universitas yang lebih otonom dan akuntabel. Nadiem juga mengatakan, universitas diberikan kemerdekaan untuk menentukan takdir mereka sendiri-sendiri, untuk bisa menentukan spesialisasi mereka sendiri-sendiri. Termasuk meningkatkan SDM pendidikan tinggi dan membantu perguruan tinggi mendapatkan akreditasi tingkat internasional dan berkompetisi di panggung dunia. Untuk lebih mengenal Kampus Merdeka silakan baca DISINI

    7. Pemajuan Budaya dan Bahasa

    Program prioritas ini dianggarkan sebesar Rp 622,6 miliar. Terdiri dari peningkatan SDM dan lembaga kebudayaan, acara kebudayaan dan program publik, penguatan desa dan fasilitasi bidang kebudayaan, pengelolaan cagar budaya dan warisan budaya tak benda, layanan kepercayaan dan masyarakat adat, gerakan literasi nasional dan penerjemah, serta uji kemahiran Bahasa Indonesia.

    Penutup

    Apapun bentuk dan program yang dibuat ini jangan sampai hanya sebatas “tersurat diatas kertas” semata dan “tersirat” dalam wacana dengan bentuk nantinya bermetamorfosa menjadi bahan loka karya, seminar, webinar (jika masa pandemi Covid-19 ini berkelanjutan) dan lebih dari itu adalah menyangkut budget biaya yang sudah dan akan dikeluarkan nantinya tidak  terjadi “kebocoran” di sana-sini. Kita percaya insan-insan pendidik dan kependidikan tidak menjadi silau dan “bermata gelap” dan senantiasa memegang amanah sekuat dan sesehat Mas Menteri…….mari kita kawal bersama. Siap kah Anda?

    Pertemuan 14 Persiapan UAS

    Silakan buka kembali materi Pertemuan 8 s.d 14

    Selanjutnya kerjakan Pre Test UAS untuk pendalaman menghadapi UAS

    OK…….Selamat Belajar

    Pertemuan 13 SPSS

    SPSS Adalah – Pengertian, Sejarah, Fungsi, Kepanjangan

    Apa itu SPSS ? Pada kesempatan kali ini RumusRumus.com akan membahas materi SPSS lengkap mulai dari sejarah, pengertian, fungsi menu spss, kepanjangan spps, dan tutorial cara menggunakan spss lengkap. Berikut ini materi tentang SPSS Adalah – Pengertian, Sejarah, Fungsi, Kepanjangan SPSS.

    Sejarah SPSS
    SPSS (awalnya, Paket Statistik untuk Ilmu Sosial) dirilis di versi pertama yaitu pada tahun 1968 setelah dikembangkan oleh Norman H. Nie dan C. Hadlai Hull. Norman Nie sendiri yaitu seorang ilmuan politik pasca sarjana di Stanford University, saat itu sedang mengadakan Riset Profesor di Departemen Ilmu Politik di Stanford dengan Profesor Emeritus Ilmu Politik di University of Chicago.

    SPSS merupakan salah satu program aplikasi yang paling banyak digunakan untuk analisis statistik dalam ilmu sosial. Hal ini digunakan oleh peneliti pasar, perusahaan survei, peneliti kesehatan, pemerintah, peneliti pendidikan, organisasi pemasaran dan lain-lain. SPSS asli manual (Nie, Bent & Hull, 1970) telah digambarkan sebagai salah satu “buku sosiologi yang paling berpengaruh”.

    Selain analisis statistik, manajemen data (kasus seleksi, file yang membentuk kembali, membuat data turunan) dan data dokumentasi (sebuah meta data kamus disimpan di data file) adalah fitur dari perangkat lunak dasar.

    Pengertian SPSS
    SPSS adalah sebuah program aplikasi yang memiliki kemampuan untuk analisis statistik cukup tinggi serta sistem manajemen data pada lingkungan grafis dengan menggunakan menu-menu deskriptif dan kotak-kotak dialog yang sederhana sehingga mudah dipahami untuk cara pengoperasiannya. Beberapa aktivitas dapat dilakukan dengan mudah yaitu dengan menggunakan pointing dan clicking mouse.

    SPSS banyak digunakan dalam berbagai riset pemasaran, pengendalian dan perbaikan mutu (quality improvement), serta riset-riset sains. SPSS pertama kali muncul dengan versi PC (bisa dipakai untuk komputer desktop) dengan nama SPSS/PC+ (versi DOS). Tetapi, dengan mulai populernya sistem operasi windows. SPSS mulai mengeluarkan versi windows (mulai dari versi 6.0 sampai versi terbaru sekarang).

    Kepanjangan SPSS
    Pada awalnya kepanjangan SPSS adalah Statistikal Package for the Social Sciens dimana pada waktu itu SPSS dibuat untuk keperluan pengolahan data statistik untuk ilmu-ilmu sosial, sehingga . Sekarang kemampuan SPSS diperluas untuk melayani berbagai jenis pengguna (user), seperti untuk proses produksi di pabrik, riset ilmu sains dan lainnya. Dengan demikian, sekarang kepanjangan dari SPSS adalah Statistical Product and Service Solutions.

    SPSS dapat membaca berbagai jenis data atau memasukkan data secara langsung ke dalam SPSS Data Editor. Bagaimana pun struktur dari file data mentahnya, maka data dalam Data Editor SPSS harus dibentuk dalam bentuk baris (cases) dan kolom (variables). Case berisi informasi untuk satu unit analisis, sedangkan variabel adalah informasi yang dikumpulkan dari masing-masing kasus.

    Software SPSS dibuat dan dikembangkan oleh SPSS Inc. yang kemudian diakuisisi oleh IBM Corporation. Perangkat lunak komputer ini memiliki kelebihan pada kemudahan penggunaannya dalam mengolah dan menganalisis data statistik.

    Fitur yang ditawarkan antara lain IBM SPSS Data Collection untuk pengumpulan data, IBM SPSS Statistics untuk menganalisis data, IBM SPSS Modeler untuk memprediksi tren, dan IBM Analytical Decision Management untuk pengambilan keputusannya.

    Program SPSS banyak diaplikasikan dan digunakan oleh kalangan pengguna komputer di bidang bisnis, perkantoran, pendidikan, dan penelitian. SPSS merupakan software komersial dengan harga lisensi $5,120 USD. SPSS dapat dijalankan di sistem operasi Windows XP, Windows Vista, Windows 7, Mac OS, dan Linux.

    Untuk menginstall versi terbaru program ini, komputer Windows Anda harus memiliki spesifikasi minimal menggunakan prosesor Intel atau AMD dengan kecepatan 1 GHz, memori (RAM) 1 GB, resolusi monitor 1024×768 piksel, dan harddisk dengan kapasitas kosong minimal 800 MB.

    Hasil-hasil analisis muncul dalam SPSS Output Navigator. Kebanyakan prosedur Base System menghasilkan pivot tables, dimana kita bisa memperbaiki tampilan dari keluaran yang diberikan oleh SPSS. Untuk memperbaiki output, maka kita dapat mmperbaiki output sesuai dengan kebutuhan.

    Fungsi SPSS
    Beberapa kemudahan yang lain yang dimiliki SPSS dalam pengoperasiannya adalah karena SPSS menyediakan beberapa fasilitas seperti berikut ini :

    Data Editor
    Merupakan jendela untuk pengolahan data. Data editor dirancang sedemikian rupa seperti pada aplikasi-aplikasi spreadsheet untuk mendefinisikan, memasukkan, mengedit, dan menampilkan data.

    Viewer
    Viewer mempermudah pemakai untuk melihat hasil pemrosesan, menunjukkan atau menghilangkan bagian-bagian tertentu dari output, serta memudahkan distribusi hasil pengolahan dari SPSS ke aplikasi-aplikasi yang lain.

    Multidimensional Pivot Tables
    Hasil pengolahan data akan ditunjukkan dengan multi dimensional pivot tables. Pemakai dapat melakukan eksplorasi terhadap tabel dengan pengaturan baris, kolom, serta layer. Pemakai juga dapat dengan mudah melakukan pengaturan kelompok data dengan melakukan splitting tabel sehingga hanya satu group tertentu saja yang ditampilkan pada satu waktu.

    High-Resolution Graphics
    Dengan kemampuan grafikal beresolusi tinggi, baik untuk menampilkan pie charts, bar charts, histogram, scatterplots, 3-D graphics, dan yang lainnya, akan membuat SPSS tidak hanya mudah dioperasikan tetapi juga membuat pemakai merasa nyaman dalam pekerjaannya.

    Database Access.
    Pemakai program ini dapat memperoleh kembali informasi dari sebuah database dengan menggunakan Database Wizard yang disediakannya.

    Data Transformations
    Transformasi data akan membantu pemakai memperoleh data yang siap untuk dianalisis. Pemakai dapat dengan mudah melakukan subset data, mengkombinasikan kategori, add, aggregat, merge, split, dan beberapa perintah transpose files, serta yang lainnya.

    Electronic Distribution
    Pengguna dapat mengirimkan laporan secara elektronik menggunakan sebuah tombol pengiriman data (e-mail) atau melakukan export tabel dan grafik ke mode HTML sehingga mendukung distribusi melalui internet dan intranet.

    Online Help
    SPSS menyediakan fasilitas online help yang akan selalu siap membantu pemakai dalam melakukan pekerjaannya. Bantuan yang diberikan dapat berupa petunjuk pengoperasian secara detail, kemudahan pencarian prosedur yang diinginkan sampai pada contoh-contoh kasus dalam pengoperasian program ini.

    Akses Data Tanpa Tempat Penyimpanan Sementara
    Analisis file-file data yang sangat besar disimpan tanpa membutuhkan tempat penyimpanan sementara. Hal ini berbeda dengan SPSS sebelum versi 11.5 dimana file data yang sangat besar dibuat temporary filenya.

    Interface dengan Database Relasional
    Fasilitas ini akan menambah efisiensi dan memudahkan pekerjaan untuk mengekstrak data dan menganalisnya dari database relasional.

    Analisis Distribusi
    Fasilitas ini diperoleh pada pemakaian SPSS for Server atau untuk aplikasi multi user. Kegunaan dari analisis ini adalah apabila peneliti akan menganalisis file-file data yang sangat besar dapat langsung me-remote dari server dan memprosesnya sekaligus tanpa harus memindahkan ke komputer user.

    Multiple Sesi
    SPSS memberikan kemampuan untuk melakukan analisis lebih dari satu file data pada waktu yang bersamaan.

    Mapping
    Visualisasi data dapat dibuat dengan berbagai macam tipe baik secara konvensional atau interaktif, misalnya dengan menggunakan tipe bar, pie atau jangkauan nilai, simbol gradual, dan chart.

    Menu yang Terdapat Pada SPSS
    FILE
    Untuk operasi file dokumen SPSS yang telah dibuat, baik untuk perbaikan pencetakan dan sebagainya. Ada 5 macam data yang digunakan dalam SPSS, yaitu :

    Data : dokumen SPSS berupa data
    Systax : dokumen berisi file syntax SPSS
    Output : dokumen yang berisi hasil running out SPSS
    Script : dokumen yang berisi running out SPSS
    Database
    ♠ NEW digunakan untuk membuat lembar kerja baru SPSS

    ♠ OPEN untuk membuka dokumen SPSS yang telah ada

    Secara umum ada 3 macam ekstensi dalam lembar kerja SPSS, yaitu :

    *.spo : file data yang dihasilkan pada lembar data editor
    *.sav : file text/obyek yang dihasilkan oleh lembar output
    *.cht : file obyek gambar/chart yang dihasilkan oleh chart window

    ♠ Read Text Data untuk membuka dokumen dari file text (yang berekstensi txt), yang bisa dimasukkan/dikonversi dalam lembar data SPSS.

    ♠ Save untuk menyimpan dokumen/hasil kerja yang telah dibuat.

    ♠ Save As untuk menyimpan ulang dokumen dengan nama/tempat/type dokumen yang berbeda

    ♠ Page Setup untuk mengatur halaman kerja SPSS

    ♠ Print untuk mencetak hasil output/data/syntaq lembar SPSS

    Ada 2 option/pilihan cara mencetak, yaitu :

    All visible output : mencetak lembar kerja secara keseluruhan
    Selection :mencetak sesuai keinginan yang kita sorot/blok
    ♠ Print Preview untuk melihat contoh hasil cetakan yang nantinya diperoleh

    ♠ Recently used data berisi list file data yang pernah dibuka sebelumnya.

    ♠ Recently used file berisi list file secara keseluruhan yang pernah dikerjakan

    EDIT

    ­Untuk melakukan pengeditan pada operasi SPSS baik data, serta pengaturan/option untuk konfigurasi SPSS secara keseluruhan.

    Undo : pembatalan perintah yang dilakukan sebelumnya
    Redo : perintah pembatalan perintah redo yang dilakukan sebelumnya
    Cut : penghapusan sebual sel/text/obyek, bisa dicopy untuk keperluan tertentu dengan perintah dari menu paste
    ♠ Paste :mempilkan sebua sel/text/obyek hasil dari perintah copy atau cut

    ♠ Paste after : mengulangi perintah paste sebelumya

    ♠ Paste spesial : perintah paste spesial, yaitu bisa konvesri ke gambar, word, dll

    ♠ Clear : menghapusan sebuah sel/text/obyek

    ♠ Find : mencari suatu text

    ♠ Options : mengatur konfigurasi tampilan lembar SPSS secara umum

    VIEW
    Untuk pengaturan tambilan di layar kerja SPSS, serta mengetahu proses-prose yang sedang terjadi pada operasi SPSS.

    ♠ Status Bar : mengetahui proses yang sedang berlangsung

    ♠ Toolbar : mengatur tampilan toolbar

    ♠ Fonts : untuk mengatur jenis, ukuran font pada data editor SPSS

    – Outline size : ukuran font lembar output SPSS

    – Outline font : jenis font lembar output SPSS

    ♠ Gridlines : mengatur garis sel pada editor SPSS

    ♠ Value labels : mengatur tampilan pada editor untuk mengetahui value label

    DATA
    Menu data digunakan untuk melakukan pemrosesan data.

    ♠ Define Dates : mendefinisikan sebuah waktu untuk variable yang meliputi jam, tanggal, tahun, dan sebagainya

    ♠ Insert Variable : menyisipkan kolom variable

    ♠ Insert case : menyisipkan baris

    ♠ Go to case : memindahkan cursor pada baris tertentu

    ♠ Sort case : mengurutkan nilai dari suatu kolom variable

    ♠ Transpose : operasi transpose pada sebuah kolom variable menjadi baris

    ♠ Merge files : menggabungkan beberapa file dokumen SPSS, yang dilakukan dengan penggabungan kolom-kolom variablenya

    ♠ Split file : memecahkan file berdasarkan kolom variablenya

    ♠ Select case :mengatur sebuah variable berdasarkan sebuah persyaratan tertentu

    TRANSFORM
    Menu transform dipergunakan untuk melakukan perubahan-perubahan atau penambahan data.

    ♠ Compute : operasi aritmatika dan logika untuk

    ♠ Count : untuk mengetahui jumlah sebuah ukuran data tertentu pada suatu baris tertentu

    ♠ Recode : untuk mengganti nilai pada kolom variable tertentu, sifatnya menggantikan (into same variable) atau merubah (into different variable) pada variable baru

    ♠ Categorize variable : merubah angka rasional menjadi diskrit

    ♠ Rank case : mengurutkan nilai data sebuah variable

    ANALYSE
    Menu analyse digunakan untuk melakukan analisis data yang telah kita masukkan ke dalam komputer. Menu ini merupakan menu yang terpenting karena semua pemrosesan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan menu correlate, compare mens, regresion.

    GRAPH

    Menu graph digunakan untuk membuat grafik, diantaranya ialah bar, line, pie, dan lain-lain.

    UTILITIES
    Menu utilities dipergunakan untuk mengetahui informasi variabel, informasi file, dan lain-lain.

    AD-ONS
    Menu ad-ons digunakan untuk memberikan perintah kepada SPSS jika ingin menggunakan aplikasi tambahan, misalnya menggunakan alikasi Amos, SPSS data entry, text analysis, dsb

    WINDOWS
    Menu windows digunakan untuk melakukan perpindahan (switch) dari satu file ke file lainnya

    HELP
    Menu help digunakan untuk membantu pengguna dalam memahami perintah-perintah SPSS jika menemui kesulitan

    TOOL BAR : Kumpulan perintah – perintah yang sering digunakan dalam bentuk gambar.

    POINTER : Kursor yang menunjukkan posisi cell yang sedang aktif / dipilih.

    Pertemuan 12 Uji ANOVA

    Pengertian ANOVA
    Anova adalah sebuah analisis statistik yang menguji perbedaan rerata antar grup. Grup disini bisa berarti kelompok atau jenis perlakuan. Anova ditemukan dan diperkenalkan oleh seorang ahli statistik bernama Ronald Fisher.
    Anova merupakan singkatan dari Analysis of variance. Merupakan prosedur uji statistik yang mirip dengan t test. Namun kelebihan dari Anova adalah dapat menguji perbedaan lebih dari dua kelompok. Berbeda dengan independent sample t test yang hanya bisa menguji perbedaan rerata dari dua kelompok saja.

    Dalam kesempatan bahasan kali ini, kita akan mempelajari tentang Uji Anova. Untuk memudahkan, memahami dan mempraktekkannya dalam penelitian di lapangan nantinya.Silakan baca dengan saksama.

    Kegunaan Anova
    Anova digunakan sebagai alat analisis untuk menguji hipotesis penelitian yang mana menilai adakah perbedaan rerata antara kelompok. Hasil akhir dari analisis ANOVA adalah nilai F test atau F hitung. Nilai F Hitung ini yang nantinya akan dibandingkan dengan nilai pada tabel f. Jika nilai f hitung lebih dari f tabel, maka dapat disimpulkan bahwa menerima H1 dan menolak H0 atau yang berarti ada perbedaan bermakna rerata pada semua kelompok.

    Analisis ANOVA sering digunakan pada penelitian eksperimen dimana terdapat beberapa perlakuan. Peneliti ingin menguji, apakah ada perbedaan bermakna antar perlakuan tersebut.

    Contoh ANOVA
    Contohnya adalah seorang peneliti ingin menilai adakah perbedaan model pembelajaran A, B dan C terhadap hasil pembelajaran mata pelajaran fisika pada kelas 6. Dimana dalam penelitian tersebut, kelas 6A diberi perlakuan A, kelas 6B diberi perlakuan B dan kelas 6C diberi perlakuan C. Setelah adanya perlakuan selama satu semester, kemudian dibandingkan hasil belajar semua kelas 6 (A, B dan C). Masing-masing kelas jumlahnya berkisar antara 40 sampai dengan 50 siswa.

    Hasil akhir yang didapatkan adalah nilai f hitung. Nilai tersebut dibandingkan dengan nilai dalam tabel f pada derajat kebebasan tertentu (degree of freedom). Jika F hitung > F Tabel, maka disimpulkan bahwa menerima H1 atau yang berarti ada perbedaan secara nyata atau signifikan hasil ujian siswa antar perlakuan model pembelajaran.

    Anova Dalam Regresi Linear
    Kadang para pembaca cukup dibingungkan oleh adanya tabel ANOVA pada hasil analisis regresi linear. Tentunya jika anda mengerti maksud sesungguhnya dari uji yang satu ini, maka anda tidak akan bingung lagi. Anova dalam perhitungannya membandingkan nilai mean square dan hasilnya adalah menilai apakah model prediksi linear tidak berbeda nyata dengan nilai koefisien estimasi dan standar error.

    Ciri-ciri ANOVA
    Ciri khasnya adalah adanya satu atau lebih variabel bebas sebagai faktor penyebab dan satu atau lebih variabel response sebagai akibat atau efek dari adanya faktor. Contoh penelitian yang dapat menggambarkan penjelasan ini: “Adakah pengaruh jenis bahan bakar terhadap umur thorax mesin.” Dari judul tersebut jelas sekali bahwa bahan bakar adalah faktor penyebab sedangkan umur thorax mesin adalah akibat atau efek dari adanya perlakuan faktor. Ciri lainnya adalah variabel response berskala data rasio atau interval (numerik atau kuantitatif).
    Anova merupakan salah satu dari berbagai jenis uji parametris, karena mensyaratkan adanya distribusi normal pada variabel terikat per perlakuan atau distribusi normal pada residual. Syarat normalitas ini mengasumsikan bahwa sample diambil secara acak dan dapat mewakili keseluruhan populasi agar hasil penelitian dapat digunakan sebagai generalisasi. Namun keunikannya, uji ini dapat dikatakan relatif robust atau kebal terhadap adanya asumsi tersebut.

    Jenis ANOVA
    Jenisnya adalah berdasarkan jumlah variabel faktor (independen variable atau variabel bebas) dan jumlah variabel responsen (dependent variable atau variabel terikat). Pembagiannya adalah sebagai berikut:

    Univariat:
    1. Univariate One Way Analysis of Variance. Apabila variabel bebas dan variabel terikat jumlahnya satu.
    2. Univariate Two Way Analysis of Variance. Apabila variabel bebas ada 2, sedangkan variabel terikat ada satu.
    3. Univariate Multi way Analysis of Variance. Apabila variabel bebas ada > 2, sedangkan variabel terikat ada satu.

    Multivariat:
    1. Multivariate One Way Analysis of Variance. Apabila variabel bebas dan variabel terikat jumlahnya lebih dari satu.
    2. Multivariate Two Way Analysis of Variance. Apabila variabel bebas ada 2, sedangkan variabel terikat jumlahnya lebih dari satu.
    3. Multivariate Multi way Analysis of Variance. Apabila variabel bebas ada > 2, sedangkan variabel terikat jumlahnya lebih dari satu.

    Jenis lain yang menggunakan prinsip ini adalah:
    1. Repeated Measure Analysis of variance.
    2. Analysis of Covariance (ANCOVA).
    3. Multivariate Analysis of covariance (MANCOVA).

    Pertemuan 11 Analisis Regresi Korelasi

    Pada sebuah penelitian, tidak jarang para peneliti akan menggunakan analisis regresi korelasi. Kedua analisis merupakan metode yang penting, karena dengan menggunakannya peneliti dapat dengan mudah melihat adanya suatu hubungan atau pengaruh terhadap hal-hal yang mereka teliti.

    Untuk mengetahui lebih jelas tentang analisis tersebut, Anda bisa membaca informasi di halaman ini.

    Definisi Analisis Regresi Korelasi
    1. Definisi Analisis Regresi
    Analisis regresi biasa disebut juga dengan anreg. Analisis jenis ini merupakan sebuah metode yang berfungsi untuk mengukur pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Tak hanya itu, analisis regresi juga digunakan untuk memprediksi ketergantungan sebuah variable dengan menggunakan variabel bebas.

    2. Definisi Analisis Korelasi
    Analisis korelasi merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linier, antara variabel terikat dengan variabel bebas. Jika dalam pengaplikasian metode tersebut ditemukan pengaruh, maka perubahan yang terjadi pada variabel x akan mengakibatkan adanya perubahan juga pada variabel y atau variabel lainnya.

    Tujuan Analisis Regresi dan Korelasi
    Untuk memeroleh sebuah persamaan garis yang digunakan dalam menunjukkan persamaan hubungan antara kedua variabel. Persamaan garis yang akan diperoleh dengan analisis regresi disebut dengan persamaan regresi.
    Untuk menaksir nilai yang terdapat pada variabel terikat (y), berdasarkan nilai pada variabel bebas (x) yang sudah diketahui lebih dulu. Penaksiran yang dimaksud dalam penjelasan tersebut adalah penaksiran yang bersifat deterministic atau pasti.
    Untuk mengetahui besarnya pengaruh dan juga perubahan yang ada semua variabel bebas terhadap variabel terikat.
    Jenis-Jenis Analisis Regresi dan Korelasi
    1. Jenis-Jenis Regresi
    a. Regresi Linier Sederhana
    Regresi jenis ini disebut juga Simple Linear Regression dalam bahasa Inggris. Analisis jenis ini merupakan sebuah metode statistik yang berfungsi untuk menguji tingkat hubungan sebab akibat dari dua variabel yang diteliti.

    Contoh penggunaan analisis regresi linier sederhana pada dunia pendidikan adalah sebagai berikut:

    Hubungan antara penggunaan metode pelajaran diskusi dengan nilai peserta didik dalam pelajaran sejarah.
    Hubungan antara penggunaan model pembelajaran cooperative learning dengan kecerdasan kinestetik anak usia dini.
    Hubungan antara cara mengajar guru terhadap output afektif peserta didik dalam pembelajaran Pendidikan Agama.
    b. Regresi Linier Berganda
    Regresi linier berganda merupakan sebuah metode statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan secara linier antara dua variabel atau lebih, yang disebut juga dengan variabel independen dan dependen.

    Pada dasarnya, metode ini berfungsi untuk mengetahui arah hubungan antara kedua variabel. Hubungan yang dimaksud adalah hubungan yang bersifat negatif maupun positif. Sedangkan, data yang digunakan pada analisis regresi linier berganda biasanya adalah data berskala interval atau rasio (numeric atau kuantitatif).

    Contoh penggunaan analisis regresi linier berganda pada dunia pendidikan adalah sebagai berikut:

    Pengaruh model pembelajaran jigsaw terhadap nilai UTS dan nilai UAS peserta didik.
    Pengaruh game online Township Mobile terhadap minat belajar anak usia remaja.
    Pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecerdasan afektif dan psikomotorik peserta didik di rumah.
    2. Jenis-Jenis Korelasi
    a. Korelasi Sederhana
    Korelasi sederhana adalah suatu teknik statistik yang berfungsi untuk sebagai pengukur kekuatan hubungan dua variabel. Dengan korelasi jenis ini, Anda dapat mengetahui bentuk hubungan kedua variabel. Hasil yang diperoleh adalah hasil yang bersifat kuantitatif atau numeric.

    Kekuatan hubungan yang dimaksud pada penjelasan di atas adalah erat tidaknya hubungan antara kedua variabel yang sedang diuji.

    b. Korelasi Parsial
    Korelasi parsial merupakan salah satu jenis korelasi yang digunakan sebagai metode pengukuran tentang keeratan suatu hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Hal itu dilakukan dengan cara mengontrol salah satu variabel.

    Hal tersebut juga dilakukan untuk mengetahui korelasi natural pada variabel-variabel yang tidak terkontrol, sedangkan data yang dipergunakan pada korelasi parsial biasanya adalah data skala interval atau rasio.

    c. Korelasi Ganda
    Korelasi ganda merupakan jenis korelasi yang berfungsi untuk mengukur tingkat hubungan pada variabel. Namun, variabel tersebut berjumlah tiga bahkan bisa lebih. Variabel yang dimaksud dalam penjelasan tersebut adalah variabel independen dengan jumlah dua dan variabel dependen dengan jumlah satu.

    Korelasi ganda juga merupakan suatu nilai yang memberikan pengetahuan tentang kekuatan dari pengaruh atau hubungan dari dua variabel atau lebih. Hal tersebut dapat diketahui dengan pengukuran yang dilakukan secara bersamaan pada semua variabel.

    Analisis regresi korelasi merupakan salah satu hal penting yang perlu diketahui dan digunakan oleh peneliti. Pasalnya, dengan pemahaman tersebut para peneliti dapat menilai kekuatan hubungan antara dua variabel di dalam sebuah penelitian yang dilakukannya.

    Pertemuan 10 Statistik Parametrik dan Non Parametrik

    Salah satu fungsi penelitian adalah untuk menemukan jawaban atas suatu pertanyaan mendasar atas suatu phenomena yang diamati. Dalam statistik phenomena yang diamati tersebut tidak hanya dinikmati hanya dengan kepuasan visual atau rasa saja, akan tetapi dituangkan ke dalam suatu bentuk berupa pencatatan terdokumentasi atas phenomena tersebut. Output pencatatan terdokumentasikan tersebut yang disebut dengan Data. Kebutuhan atas suatu penelitian adalah dihasilkannya suatu bentuk informasi handal atas dasar pengolahan data yang diperoleh melalui serangkaian pengujian secara statistik, sehingga informasi yang dihasilkan tidak hanya handal melainkan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

    Dalam statistika proses pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian dibedakan menjadi 2 jenis tipe pengujian data diantaranya pengujian data secara Statistik Parametrik atau Statistik Non-Parametrik. Sebelum melangkah lebih jauh kepada tools statistik spesifik pada data, ada baiknya kita pahami ke 2 jenis tipe pengujian data yang telah disebutkan agar pemilihan tools statistik yang akan diterapkan kepada data penelitian tidak menjadi keliru.

    Statistik Parametrik
    Pengujian data melalui statistik parametrik disyarati dengan adanya sejumlah anggapan-anggapan yang kuat yang mendasari penggunaanya. Manakala anggapan-anggapan itu terpenuhi, pengujian-pengujian parametrik inilah yang paling besar kemungkinannya untuk menolak H0 ketika H0 salah. Artinya, kalau data penelitian dianalisis secara tepat dengan pengujian parametrik, pengujian tersebut akan lebih kuat dari pengujian mana pun dalam hal penolakan terhadap H0 jika H0 salah. Oleh karenanya dalam penggunaan pengujian statistik parametrik perlu dipenuhi beberapa unsur-unsur dari model pengujian dengan statistik parametrik, diantaranya :

    Objek pengamatan harus saling independen. Artinya pemilihan sembarang kasus dari populasi untuk dimasukan dalam sampel tidak boleh menimbulkan bias pada kemungkinan-kemungkinan bahwa kasus yang lain akan termasuk juga dalam sampel tersebut dan juga skor yang diberikan pada suatu kasus tidak boleh mempengaruhi skor yang diberikan kepada kasus lainnya.
    Objek pengamatan harus ditarik dari populasi yang berdistribusi normal.
    Populasi-populasi di mana objek pengamatan ditarik harus memiliki varians yang sama.
    Variabel-variabel yang terlibat harus setidaknya dalam skala interval, sehingga memungkinkan digunakannya penanganan secara ilmu hitung terhadap skor-skornya (menambah, membagi, menemukan rata-rata, dst)
    Rata-rata populasi normal dan bervarians sama itu harus juga merupakan kombinasi linier dari efek-efek yang ditimbulkan. Artinya, efek-efek itu harus bersifat penjumlahan. (khusus dalam analisis varians atau uji F)
    Kalau kita cukup mempunyai alasan untuk percaya bahwa persyaratan tersebut terpenuhi oleh data yang sedang dianalisis, tentu kita akan memilih suatu tes statistik parametrik, untuk menganalisis data. Pemilihan ini adalah paling baik, sebab tes parametrik akan merupakan tes paling kuat untuk menolak H0 manakala H0 memang harus ditolak.

    Contoh penggunaan statistik parametrik seperti pada uji t dan F, yang aplikasinya banyak diterapkan semisal pada analisi regresi, path analisis, rancangan percobaan, analisis faktor (CFA), struktural equation modeling (SEM), dll.

    Statistik Non-Parametrik
    Tes statistik non parametrik adalah tes yang modelnya tidak menetapkan syarat-syarat mengenai parameter-parameter populasi yang merupakan induk sampel penelitiannya. Tes non parametrik tidak menuntut pengukuran sekuat yang dituntut tes statistik parametrik. Sebagian besar tes non parametrik dapat diterapkan untuk data dalam skala ukur ordinal dan beberapa yang lain dapat diterapkan untuk data dalam skala ukur nominal.

    Meskipun semua anggapan tes parametrik mengenai populasi dan syarat-syarat mengenai kekuatan pengukuran dipenuhi (5 poin syarat parametrik), kita ketahui bahwa dengan memperbesar ukuran sampel dengan banyak elemen yang sesuai dapat menggunakan suatu tes non parametrik sebagai ganti tes parametrik dengan masih mempertahankan kekuatan yang sama untuk menolak H0.

    Keuntungan Tes Statistik Non Parametrik

    Pernyataan kemungkinan yang diperoleh dari sebagian besar tes statistik non parametrik adalah kemungkinan-kemungkinan yang eksak, tidak peduli bagaimana bentuk distribusi populasi yang merupakan induk sampel-sampel yang kita tarik.
    Jika sampelnya sekecil N = 6, hanya tes statistik non parametrik yang dapat digunakan kecuali kalau sifat distribusi populasinya diketahui secara pasti.
    Terdapat tes statistik non parametrik untuk menggarap sampel-sampel yang terdiri dari observasi-observasi dari beberapa populasi yang berlainan. Tidak ada satupun di antara tes parametrik dapat digunakan untuk data semacam itu tanpa menuntut kita untuk membuat anggapan-anggapan yang nampak tidak realistis.
    Tes statistik non parametrik dapat untuk menggarap data yang pada dasarnya merupakan ranking dan juga untuk data yang skor-skor keangkaanya secara sepintas kelihatan memiliki kekuatan ranking. Jika data pada dasarnya berupa ranking atau bahkan data itu hanya bisa diikategorikan sebagai plus (+) atau minus (-), data tersebut dapat digarap dengan menggunakan statistik non parametrik.
    Metode statistik non parametrik dapat digunakan untuk menggarap data yang hanya merupakan klasifikasi semata, yakni yang diukur dalam skala nominal.
    Kelemahan Tes Statistik Non Parametrik

    Jika data telah memenuhi semua anggapan model statistik parametrik, dan jika pengukurannya mempunyai kekuatan seperti yang dituntut, maka penggunaan tes statistik non parametrik akan merupakan penghamburan data. Misal : kita ingat bahwa bila suatu tes statistik non parametrik memiliki kekuatan efisiensi besar, katakanlah 90%, ini berarti bahwa kalau semua syarat tes statistik parametrik dipenuhi, maka tes statistik parametrik yang sesuai akan efektif dengan sampel yang 10% lebih kecil daripada yang digunakan dalam tes statistik non parametrik.
    Belum ada satupun metode statistik non parametrik untuk menguji interaksi-interaksi dalam model analisis varian (ANOVA), kecuali kita berani membuat anggapan-anggapan khusus tentang aditivitas.
    Contoh penggunaan statistik non parametrik seperti pada uji t pada parametrik digantikan menjadi uji Mannn Whitney ataupun Wilcoxon pada non parametrik dan uji F pada parametrik digantikan oleh uji Kruskal Wallis pada non parametrik, dll.

    Dengan pengetahuan kita akan klasifikasi metoda statistik yang sudah dijelaskan di atas, diharapkan ada kehati-hatian dalam diri peneliti untuk menentukan dan menetapkan suatu alat uji statistik pada data hasil penelitiannya. Kata kuncinya adalah “mengoptimalkan penolakan H0 (asumsi dasar penelitian) yang memang seharusnya di tolak”. Sehingga perlakuan awal terhadap data penelitian yang telah didapatkan menjadi lebih teliti dan spesifik guna mengoptimalkan penggunaan alat atau metode statistik yang tepat agar dihasilkan suatu simpulan yang optimal atas suatu penelitian.

    Jika kita mengasumsikan bahwa data kita mengikuti distribusi normal, maka kita diharuskan melakukan pengujian apakah sebaran dari data yang kita gunakan tersebut mengikuti distribusi normal atau tidak.

    Banyak peneliti yang mengasumsikan bahwa jika banyaknya data sampel sudah lebih dari 30, maka data tersebut sudah berdistribusi normal. Kenyataannya tidak selalu demikian, kadang walaupun banyaknya sampel telah mencapai ratusan pun, tetap saja sebarannya tidak berdistribusi normal. Hal ini karena Sampel tersebut memang tidak berasal dari Populasi yang berdistribusi normal.

    Oleh karena itu, kita sebaiknya tetap melakukan uji normalitas walaupun banyaknya data sampel yang digunakan untuk penelitian telah mencapai 30 atau lebih. Pengujian normalitas data dapat dilakukan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov, Liliefors atau Shapiro Wilk.

    Jika setelah dilakukan pengujian normalitas diketahui bahwa data yang kita gunakan tidak berdistribusi normal, maka kita bisa menggunakan metode analisis lain, yaitu Analisis Statistik Nonparametrik. Analisis statistik nonparametrik tidak memerlukan asumsi normalitas data karena analisis statistik nonparametrik adalah analisis statistik yang mengasumsikan bahwa distribusi data tidak mengikuti suatu distribusi tertentu.

    Jika diketahui bahwa dari pengujian normalitas ternyata data yang kita gunakan berdistribusi normal, maka kita seharusnya mengunakan analisis statistik parametrik dan tidak beralih ke analisis statistik nonparametrik. Hal ini karena analisis statistik parametrik lebih powerful dibandingkan analisis nonparametrik.

    Diharapkan dengan mengetahui perbedaan statistik parametrik dan non parametrik di atas, maka kita dengan mudah bisa menentukan dengan tepat alat uji statistik apa yang akan digunakan dalam pengujian suatu kelompok data.

    Pertemuan 9 Soal Probabilitas dan Pembahasannya

    Contoh Soal No. 1

    Misalkan kita mempunyai 10 kartu yang bernomor 1 sampai dengan 10. Jika satu kartu diambil secara acak, berapakah peluang terambilnya kartu bernomor bilangan prima?

    Jawab:

    Sebelum menyelesaikan persoalan di atas, kita harus mengetahui dulu apa itu bilangan prima. Bilangan prima adalah bilangan yang hanya memiliki dua faktor, yaitu 1 dan bilangan itu sendiri. Bilangan prima haruslah bilangan asli, positif dan lebih dari 1.

    Bilangan prima yang ada dari 1 sampai dengan 10 adalah 2, 3, 5, 7. Jadi terdapat 4 bilangan prima yang ada dari 1 sampai dengan 10. Dengan demikian, peluang terambilnya kartu yang merupakan bilangan prima dari 10 kartu bernomor sampai dengan 10 adalah 4/10 atau 0,4.

    Contoh Soal No. 2

    Dari 42 siswa, 23 siswa manyukai IPA, 21 siswa menyukai Matematika dan 3 siswa tidak menyukai keduanya. Berapakah jumlah siswa yang menyukai IPA dan Matematika?

    Jawab:

    Jumlah siswa yang menyukai salah satu mata pelajaran atau kedua mata pelajaran adalah 42 – 3 = 39 siswa (jumlah semua siswa dikurangi jumlah siswa yang tidak menyukai salah satu matapelajaran). Dengan demikian, jumlah siswa yang menyukai IPA dan Matematika adalah (23 + 21) – 39 = 5 siswa.

    Gambaran siswa yang menyukai/tidak menyukai mata pelajaran tersebut dapat dilihat melalui Diagram Venn berikut.

    Contoh Soal No.3

    Bilangan ribuan ganjil akan disusun dari empat buah angka, yaitu 2, 5, 6, 8. Berapakah banyaknya bilangan yang dapat disusun apabila angka-angka tersebut (i) boleh diulang, dan (ii) tidak boleh diulang?

    Jawab:

    Bila bilangan ribuan yang akan disusun harus ganjil, maka angka terakhir pada bilangan tersebut juga harus ganjil. Dari keempat angka yang akan disusun hanya terdapat 1 buah angka ganjil yaitu 5.

    (i) Dengan demikian, karena angka-angka tersebut boleh diulang maka jumlah bilangan yang dapat disusun adalah 1 × 4 × 4 × 4 = 64.

    (ii) Apabila angka-angka tersebut tidak boleh diulang maka jumlah bilangan yang dapat disusun adalah 1 × 3 × 2 × 1 = 6.

    Contoh Soal No.4

    Bilangan yang terdiri dari 3 angka akan dibuat dari angka-angka 1, 2, 3, 4 , 5 dan 6. Berapakah banyaknya bilangan yang dapat dibuat dari angka-angka tersebut jika bilangan yang dibuat harus kecil dari 300?

    Jawab:

    Jika bilangan yang dibentuk harus kurang dari 300, maka angka pada digit pertama bilangan tersebut harus harus kurang dari 3. Banyaknya angka yang kurang dari 3 adalah 2, yaitu 1 dan 2. Selanjutnya jika digit pertama telah dipilih maka banyaknya angka yang mungkin pada digit kedua adalah 5 dan untuk digit ketiga adalah 4. Dengan demikian banyaknya bilangan yang dapat dibuat dari angka-angka tersebut jika bilangan yang dibuat harus kecil dari 300 adalah 2 × 5 × 4 = 40.

    Pertemuan 8 Probabilitas

    Nilai Probabilitas dari suatu kejadian
    Probabilitas biasanya dinyatakan dalam satuan nilai diantara 0 sampai 1.

    Suatu kejadian dengan Nilai Probabilitas 0 (Nol)
    Suatu kejadian dinyatakan memiliki Nilai Probabilitas 0 (Nol), jika suatu peristiwa atau kejadian tidak memiliki peluang sama sekali untuk terjadi (Tidak akan terjadi).

    Pengertian Probabilitas adalah suatu nilai yang digunakan untuk mengukur tingkat terjadinya suatu kejadian yang acak. Kata probabilitas itu sendiri sering disebut dengan peluang atau kemungkinan. Probabilitas secara umum merupakan peluang bahwa sesuatu akan terjadi.

    Konsep probabilitas memiliki peranan yang penting dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari bidang ilmiah, bidang pemerintahan, bidang usaha atau industri, sampai pada masalah-masalah kecil seperti masuk kantor atau tidak karena awan tebal yang kemungkinan akan hujan deras dan banjir.

    Dalam mempelajari probabilitas, ada tiga kata kunci yang harus diketahui yaitu eksperimen, hasil (outcome) dan kejadian atau peristiwa (even). Sebagai contoh, sebuah eksperiman dilakukan dengan menanyakan kepada 100 orang pembaca, apakah mereka akan mengambil mata kuliah statistik atau kalkulus. Dari eksperimen ini akan terdapat beberapa kemungkinan hasil. Contohnya kemungkinan hasil pertama ialah sebanyak 58 orang akan mengambil mata kuliah apapun. Kemungkinan hasil lain adalah bahwa 75 orang mengambil mata kuliah kalkulus dan sisanya mengambil mata kuliah statistik. Contoh lain dari eksperimen adalah pelemparan sebuah dadu. Hasil (outcome) dari pelemparan sebuah dadu tersebut kemungkian akan keluar biji satu atau biji dua atau biji tiga dan seterusnya. Kumpulan dari beberapa hasil tersebut dikenal sebagai kejadian (even).

    Probabilitas biasanya dinyatakan dengan bilangan desimal (seperti 0,50, 0,20 atau 0,89) atau bilangan pecahan seperti 5/100, 20/100, 75/100. Nilai dari probabilitas berkisar antara 0 sampai dengan 1. Jika semakin dekat nilai probabilitas ke nilai 0, maka semakin kecil juga kemungkinan suatu kejadian akan terjadi. Jika semakin dekat nilai probabilitas ke nilai 1, maka semakin besar peluang suatu kejadian akan terjadi.

    Suatu kejadian dengan Nilai Probabilitas 1 (Satu)
    Sebaliknya, Suatu kejadian dapat dinyatakan memiliki nilai Probabilitas 1 (Satu), jika suatu peristiwa atau kejadian tersebut pasti terjadi, dan tidak ada kemungkinan selain itu.

    Suatu kejadian dengan Nilai Probabilitas diantara 0 (Nol) dan 1 (Satu)
    Selain suatu kejadian dinyatakan memiliki nilai Probabilitas 0 (Nol) atau memiliki nilai Probabilitas 1 (Satu), berbagai kejadian lainnya juga dapat dinyatakan memiliki Nilai Probabilitas diantara 0 sampai 1.

    Menentukan Nilai Probabilitas
    • P: Probabilitas atau Peluang
    • E: Suatu kejadian atau Peristiwa yang diinginkan
    • X: Seberapa banyak kesempatan terjadinya suatu kejadian
    • N: Jumlah seluruh kemungkinan yang akan atau bisa terjadi
    P(E)= X/NP

    Probabilitas 0 (Nol)
    Contoh:
    Sebuah mangkuk berisikan Kelereng sebanyak 50 buah, yang terdiri dari Kelereng berwarna merah sebanyak 29 buah dan Kelereng berwarna Biru sebanyak 21 buah.

    Lalu diambil satu buah kelereng secara acak, berapa Probabilitas atau peluang kelereng yang terambil tersebut adalah kelereng yang berwarna kuning?
    • P: Probabilitas atau Peluang
    • E (Event): Terambilnya satu buah kelereng berwarna kuning
    • X: Kelereng berwarna kuning tidak ada atau 0 (Nol)
    • N: Jumlah seluruh Kelereng yang ada di dalam mangkuk (50 buah)
    P(E): Peluang terambilnya 1 buah kelereng berwarna kuning

    Maka:
    • P(E)= X/NP
    • P(E)= 0/50
    • P(E)= 0 (Nol)

    Karena kelereng yang ada di dalam mangkuk tersebut tidak ada yang berwarna kuning, maka Probabilitas atau kemungkinan terambilnya kelereng berwarna kuning adalah 0 (Nol), dengan kata lain tidak mungkin terjadi.

    Probabilitas 1 (Satu)
    Contoh:
    Sebuah mangkuk berisikan Kelereng berwarna Merah sebanyak 50 buah, Lalu diambil satu buah kelereng secara acak, berapa Probabilitas atau peluang kelereng yang terambil tersebut adalah kelereng yang berwarna Merah?
    • P: Probabilitas atau Peluang.
    • E (Event): Terambilnya satu buah kelereng berwarna Merah.
    • X: Kelereng berwarna Merah sebanyak 50 buah.
    • N: Jumlah seluruh Kelereng yang ada di dalam mangkuk (50 buah)
    P(E): Peluang terambilnya 1 buah kelereng berwarna Merah

    Maka:
    • P(E)= X/NP
    • P(E)= 50/50
    • P(E)= 1 (Satu)

    Karena kelereng yang ada di dalam mangkuk tersebut Seluruhnya berwarna Merah, maka Probabilitas atau kemungkinan terambilnya kelereng berwarna Merah adalah 1 (Satu), dengan kata lain Pasti kelereng yang terambil adalah kelereng yang berwarna Merah.

    Probabilitas diantara 0 dan 1
    Contoh:
    Sebuah mangkuk berisikan Kelereng sebanyak 50 buah, yang terdiri dari Kelereng berwarna merah sebanyak 29 buah dan Kelereng berwarna Biru sebanyak 21 buah. Lalu diambil satu buah kelereng secara acak.

    A. Berapa Nilai Probabilitas atau peluang kelereng yang terambil tersebut adalah kelereng berwarna Merah?

    B. Berapa Nilai Probabilitas atau peluang kelereng yang terambil tersebut adalah kelereng berwarna Biru?

    A. Nilai Probabilitas atau peluang kelereng warna Merah
    • P: Probabilitas atau Peluang.
    • E (Event): Terambilnya satu buah kelereng berwarna Merah.
    • X: Kelereng berwarna Merah sebanyak 29 buah.
    • N: Jumlah seluruh Kelereng yang ada di dalam mangkuk (50 buah)
    P(E): Peluang terambilnya 1 buah kelereng berwarna Merah

    Maka:
    • P(E)= X/NP
    • P(E)= 29/50
    • P(E)= 0,58
    Probabilitas atau kemungkinan terambilnya kelereng berwarna Merah adalah 0,58, dengan kata lain jika dipersentasekan berarti Kelereng merah memiliki peluang terambil sebesar 58%.

    B. Nilai Probabilitas atau peluang kelereng warna Biru
    • P: Probabilitas atau Peluang.
    • E (Event): Terambilnya satu buah kelereng berwarna Biru.
    • X: Kelereng berwarna Biru sebanyak 21 buah.
    • N: Jumlah seluruh Kelereng yang ada di dalam mangkuk (50 buah)
    P(E): Peluang terambilnya 1 buah kelereng berwarna Biru

    Maka:
    • P(E)= X/NP
    • P(E)= 21/50
    • P(E)= 0,42
    Probabilitas atau kemungkinan terambilnya kelereng berwarna Biru adalah 0,58, dengan kata lain jika dipersentasekan berarti Kelereng Biru memiliki peluang terambil sebesar 42%.

    Sebenarnya, Menentukan Nilai Probabilitas atau Kemungkinan terjadinya suatu kejadian banyak kita alami dalam kehidupan sehari.

    Seperti misalnya:
    • Saat mengikuti suatu perlombaan, biasanya kita akan melakukan prediksi mengenai seberapa besar Peluang Menang atau Kalah dalam perlombaan tersebut, dan ini termasuk menentukan Probabilitas.
    • Pada saat Pemilihan Ketua kelas, kita dapat menghitung seberapa besar peluang atau Probabilitas seorang siswa untuk terpilih menjadi ketua kelas.

    Silakan Buka Materi Tambahan
    Teori Probabilitas